Minggu, 16 Mei 2010

Kenangan Piknikku Yang Tak Terlupakan

11 komentar

Sekilas perkenalan diri saya, saya laki-laki berusia 26 tahun kerja di salah satu perusahaan swasta nasional dengan tinggi sekitar 160 cm (termasuk pendek) dan dengan bentuk tubuh yang kurus. Walaupun nafsu makan saya lumayan besar tetapi tetap saja tubuh saya tidak gemuk dan tidak pernah mencapai berat tubuh ideal. Mungkin kalau saya seorang wanita, akan sangat berbahagia karena tidak perlu takut gemuk walaupun banyak makan. Aku cukup sering mengikuti cerita yang ada di 17Tahun sekedar mengisi waktu luang saja karena sibuk. O ya, dalam cerita ini sebut saja nama saya Ryo.

Bulan desember 2001, saya mengambil cuti selama seminggu untuk menikmati perjalanan wisata. Maklum untuk melepas rasa lelah dan stress setelah bekerja sepanjang tahun dan termasuk hobby saya juga untuk sering bepergian ke suatu tempat yang tidak pernah saya kunjungi tetapi mempunyai teman yang tinggal di tempat yang akan saya kunjungi. Setelah bersusah payah selama 2 hari (maklum lagi holiday season) akhirnya saya mendapatkan tiket ke Medan.

Lalu saya SMS Melia di Medan, “Besok gue mau ke Medan. Bisa jadi guide gue gak nih?”
Tidak berapa lama langsung dibalasnya, “OK. Datang saja. Pasti lu juga bercanda. Dari dulu katanya mau datang tapi gak pernah datang. Hehehehe”.
Setelah cukup lama ber-SMS ria dengan tetap saja dia tidak percaya akhirnya saya putuskan untuk memberikan kejutan saja besok siang kalau sudah sampai di Medan. Melia, 23 tahun, berkulit agak putih sama seperti warga keturunan lainnya dengan tinggi sekitar 158 cm. Kami berkenalan lewat chatting di internet selama hampir 1 tahun tetapi tidak pernah bertatap muka langsung. Hanya melakukan kontak SMS, email dan chatting saja. Walau tidak pernah ketemu kami tetap bisa menjalin hubungan antara teman dan kadang-kadang juga bertukar foto, jadi masing-masing paling tidak mengenal wajah jika saling ketemu.

Akhirnya besoknya saya berangkat ke Medan dengan mengambil penerbangan pertama Jakarta–Medan. Selama hampir 2 jam, 15 menit kemudian pesawat mendarat di bandara Polonia, Medan. Setelah membereskan barang bawaan saya, saya langsung memesan taksi untuk mengantarkanku ke salah satu hotel yang ada di Medan dan segera check in, lalu saya menelepon Melia.
“Hello, Mel? Dimana lu?”
“Ryo? Gue lagi jalan-jalan di Thamrin Plaza. Emang kenapa? Mau ikut?”
“Wah kalo boleh sih mau dong. Tapi minta dijemput boleh gak? gue gak tau jalan di sini”
Terdengar suara dengan nada yang agak tidak percaya.
“Emangnya lu ada di mana? Medan? Bisa bercanda aja lu. Boleh deh gue jemput kalo lu di Medan. Hahahaha..”
“Benar lho. Ditunggu. Awas kalo nggak datang. Ke Novotel kamar 313.”
Masih dengan nada suara yang tidak percaya.
“Yang bener? Gue gak percaya ..”
“Bener! Kalo nggak percaya telepon aja ke resepsionis Novotel, tanya nama yang check ini kamar 313. Sini cepat!”
“OK. Awas kalau lu boongin gue”

Setengah jam kemudian terdengar bunyi bel. Dag dig dug juga hati saya, soalnya saya belum pernah ketemu Melia secara langsung. Ketika pintu saya buka, wow, sepertinya saya bertemu bidadari yang turun dari langit. Tidak kusangka Melia yang saya kenal selama ini lewat chatting bisa secantik ini padahal di foto yang dia kirim biasa-biasa saja. Dengan rambut sebahu, wajah yang oval dan bibir seksi yang dihiasi lipstik tipis serta bau parfum yang semakin menambah keanggunan dirinya. Saking cantiknya sampai saya terbengong menatapnya.

“Ryo?” tanya Melia membangunkan saya dari lamunan.
“Iya ya ya?”, jawabku sekenanya saja.
Untuk menghilangkan rasa gugup saya langsung saja kujulurkan tanganku untuk menyalaminya dan balik bertanya.
“Melia?”, dan langsung disambutnya tanganku.
Ternyata tangannya juga halus. Tangan cewek sih. Pasti dirawat dengan baik.
“Akhirnya kita ketemu juga ya”, kataku membuka pembicaraan setelah Melia kupersilahkan masuk.
“Iya, gak sangka juga kalo lu nekat ke Medan”
“Abis udah hampir semua propinsi di Indonesia sudah pernah saya kunjungi. Cuma Medan yang belum termasuk Danau Tobanya. Hehehehe”
“Emang mau berapa lama lu mau di sini?”
“Seminggu aja. Kurasa cukup kan gue menikmati suasana di sini?”
“Cukuplah. Lagian tempat nongkrong di Medan dikit.”
“Ok deh. Lu jadi guide gue ya?”
“OK”

Setelah ngobrol cukup lama Melia minta pulang istirahat dan besok akan menemani saya jalan-jalan di Medan. Besoknya pagi-pagi Melia sudah mengajak saya keliling kota Medan. Ternyata cuma butuh 2 hari saja, seluruh tempat wisata di dalam kota sudah saya kunjungi dan cuti saya tinggal 4 hari lagi. Ternyata di hari ke-3 Melia mengajak saya ke Danau Toba dengan tour. Katanya belum terasa ke Medan kalo tidak ke Danau Toba. Saya sih ok–ok aja. Perjalanan dari Medan ke Toba lewat Tebing Tinggi dan Pematang Siantar membutuhkan waktu 5 jam lebih. Dari siang berangkatnya, jadi sore sampainya di Prapatan. Belum lagi untuk pergi ke Pulau Samosirnya dan pukul 6 sore baru sampai di sana, lalu check in ke kamar.

Setelah makan malam bersama rombongan tour, kami berdua akhirnya kembali ke kamar. Di kamar hanya tinggal kami berdua, ngobrol dan minum bir ringan. Jam sudah hampir menunjukkan 11.30 malam ketika keheningan melanda pembicaraan kami berdua. Semua topik sudah habis dibahas untuk malam itu. Untuk itu kutekan saja remote control TV. Wow, ternyata adegan yang muncul adalah blue film dan bukanlah berita gosip semata bahwa banyak hotel menyediakan blue film untuk tontonan tengah malam. Maunya langsung saya memindahkan saluran itu tapi dicegah oleh Melia.

“Nonton aja kalau mau. Gue gak apa-apa kok”, katanya dengan nada cuek.
Wah ini anak apa udah biasa nonton yang begituan, pikir saya. Ya saya biarkan saja film itu terus berlanjut dengan seorang cewek jepang digenjot seorang bule dari belakang. Doggy style kata orang. Bunyi desahan dari sang cewek dan lenguhan sang cowok memenuhi keheningan ruangan kamar kami berdua. 15 menit kemudian gaya mereka berganti menjadi missionary style. Gaya yang umum dengan cewek tidur terlentang dengan kaki menjepit pinggang cowok dan cowok menindih dari atas. Hanya kaki sang cewek yang berpindah–pindah dengan gaya ini kadang menjepit pinggang cowok kadang diangkat ke atas pundak sang cowok.

Saking seriusnya saya menonton, tidak tahunya ternyata Melia sudah terangsang berat karena film itu. Ketika saya berbalik, pakaian bagian atasnya sudah setengah terbuka dan dia sendiri menggesek-gesekkan tangan ke daerah kemaluannya. Desahannya masih agak tertahan mungkin karena saya ada di sana. Terkejut juga saya dengan aktivitasnya. Maklum dengan umur segini saya tidak pernah melihat bagian sensitif cewek secara langsung paling juga lewat film sama majalah saja, apalagi melakukan kegiatan hubungan intim dengan lawan jenis.

“Ryoo, uuh, bisa bantuin gue gak? uuhh..”, lenguhannya sedikit mengeras.
Kutelan ludah sendiri dengan pemandangan di depan mataku. Tidak tahu harus berbuat apa saya.
Lalu kutanya balik, “Bisa kubantu apa?”.
“Bantu puasin gue Ryo, ayolah Ryo, kemari, uuhh”, ujarnya dengan tangan kiri tetap menggosok bagian kemaluannya yang masih terbungkus celana dalam putih dan kelihatannya sudah basah serta tangan kanan meremas payudara sebelah kanan yang terbuka.
Dengan hati yang berdebar-debar dan kaki serta tangan gemetaran kudekati Melia. Dia kelihatan masih tenang dan masih bisa tersenyum melihat tingkah laku saya yang kikuk dan serba salah walau dalam keadaan terangsang berat. Dalam darah saya juga terasa berdesir dan kemaluan saya terasa mulai menegang. Benar-benar pengalaman yang mendebarkan.

Belum sampai 3 langkah saya mendekat, tangan saya sudah ditarik Melia ke arahnya. Dan langsung mulut saya dilumatnya dengan penuh nafsu.
“Uuuhhmm, uuhhmm”, tersumbat sudah suara yang mau keluar dari mulutku.
Baru pertama kali ini saya dicium seorang cewek. Cewek yang cantik dan penuh dengan nafsu sampai terasa sulit bernafas. Selama hampir 5 menit kami saling berciuman tanpa lepas. Semula tangan saya yang diam mulai dituntun Melia untuk meremas payudaranya dan lenguhannya semakin menunjukkan bahwa Melia sudah benar-benar terangsang dan melupakan lingkungan sekitarnya. Mungkin yang ada di otaknya adalah bagaimana mendapatkan kepuasan, kepuasan biologis. Diberi angin seperti itu saya yang semula pasif mulai berlaku aktif. Kulepaskan tali piyamanya dan terbukalah tubuh bagian atas Melia yang putih bersih dengan sebuah cup BH yang telah terbuka. Tidak puas, lalu kubuka kait BH dan mencuatlah kedua payudara yang biasa disebut bukit kembar yang sangat sangat menantang, ukuran 32B dari ukuran BH-nya yang dipakai. Payudara yang benar-benar terawat dengan baik, putih dan puting yang kemerah-merahan.

“Ayo Ryo, puasin gue, hisap dong”, katanya sambil menuntun tangan dan kepalaku ke arah bukit kembarnya.
“Uuuhh, oohh, terus Ryo, terus, uuhh..”
Kucium dan kuhisap terus kedua bukit itu secara bergantian dari kiri ke kanan. Sedangkan kedua tangan Melia terus meremas rambutku dan menekan kepalaku ke bukit kembarnya sampai sulit bernafas juga saya.
“Ooohh Ryo, hisap yang kuat, aahh, oohh.. come on baby, ohh”, ujarnya sambil mempermainkan kedua bukitnya.
Tangan kananku dituntun Melia untuk mulai meraba dan menggesek-gesek kemaluannya, celana dalamnya benar-benar sudah basah sebelum akhirnya kutarik lepas. Dan Melia sekarang dalam keadaan polos tanpa apapun yang melekat di tubuhnya.

Hampir 10 menit saya mempermainkan kedua bukit itu sampai akhirnya Melia mengangkat kepala saya dan meminta saya berhenti.
“Sekarang giliran gue untuk memberimu kenikmatan Ryo..”
Belum sempat saya berkata apapun saya sudah ditelentangkan di tempat tidurku dan Melia mulai melucuti pakaian tidurku satu per satu hingga tinggal celana dalam saja.
“Wow burung lu lumayan juga. Sini saya belai dulu biar jadi perkasa..”.
Ketika tangannya baru menyentuh kemaluanku, sudah terasa ada getaran yang mendebarkan, tetapi masih terganjal celana dalam sehingga belum terasa lepas. Baru pertama kali pula kemaluan saya dipegang oleh seorang cewek. Setelah menggosokkan tangannya beberapa kali, celana dalam saya langsung ditariknya lepas dan bebas sudah ganjalan celana tadi.

“Lumayan, lumayan, gak terlalu buruk untuk cowok seperti lu yang agak kurus”
Nggak tahu itu sindiran atau pujian. Berdiri sebentar, Melia lalu menunduk dan, apa yang dilakukannya, Melia menjulurkan lidahnya ke ujung kemaluanku. Sensasi yang terasa pertama kali sungguh tak terlupakan. Sulit untuk melukiskan perasaan saya saat itu.
“Uuhh..”, hanya kata itu yang keluar dari mulutku.
Melihat keadaan saya yang demikian semakin membuat Melia bisa mengatur tempo untuk memberikan sensasi buat saya. Mula-mula hanya ujung lidah dan kemaluan sampai akhirnya hanya pangkal kemaluan saya yang nampak setelah Melia melakukan oral seks untukku. Mulutnya maju mundur dan berputar lidahnya di kemaluan saya, sedang saya hanya bisa melenguh. Lenguhan kenikmatan yang tiada tara sampai akhirnya saya merasakan sesuatu yang mendesak ingin keluar dari kemaluanku.
“Mel, aku, ohh, mau keluar, uhh, oohh”
Mendengar itu Melia semakin mempercepat tempo sampai akhirnya, “Mel, keluar Mel, oohh, Mel, aahh”
Ditelannya habis semua air maniku tanpa sisa.

Kemaluanku langsung lemas, dan Melia tersenyum padaku.
“Ryo, kamu lumayan, nggak kalah dengan yang lain, minum ini dulu lalu nanti kita lanjutan”
Disodorkannya minuman yang dibawa di tasnya. Saya tidak tahu apa itu tapi saya minum saja. Baru 10 menit terasa tenaga saya jadi pulih lagi dan kemaluan saya mulai menegang lagi.
“Nah lihat tuh, kita bisa mulai fase kedua nih Ryo..”
Melia lalu tidur telentang dengan kedua kakinya terjulur ke lantai.
“Sini dan sekarang giliran lu”

Saya menghampirinya lalu dituntunnya kepala saya ke kemaluannya. Baru pertama kali pula saya melihat dari dekat kemaluan cewek. Lalu disuruhnya menjilat. Mulanya enggan juga saya. Tapi akhirnya mau karena kemaluannya kulihat terawat bersih dan rapi. Ada bau sedikit amis tapi khas wanita dan cairan putih bening keluar dari sana. Kujilat klitorisnya dulu.
“Uuuhh, that’s right Ryo, terus, oohh, uuhh, uuhhmm”, lenguhnya.
Sementara saya terus melakukan aktivitas di kemaluannya, kujilat dan kugigit kecil klitoris dan bibir kemaluannya sehingga lenguhan Melia semakin menjadi jadi.
“Ooohh, aahh, oohh, uuhh, terus Ryo, go on baby, oohh”
“Yeah, that’s so damn goodd Ryoo, oohh, aahh make me fly, oohh”, mendengar suara seperti itu semakin menambah rangsangan untukku.
“Ryo, now, now, masukin Ryo, oohh.. aku sudah pengen, aahh”, desahnya ketika kugigit kecil bibir kemaluannya.

Lalu kuatur posisiku dengan gaya missionary. Agak canggung juga karena ini adalah pertama kalinya saya melakukan hal ini. Melihat itu tangan Melia memegang kemaluanku dan menuntunnya ke arah kemaluannya. Mula-mula masih agak sulit karena saya agak gemetaran juga. Setelah beberapa menit mencoba akhirnya masuk juga.
“Uuuhh..”, terasa ada sensasi yang sedikit berbeda dibandingkan ketika dioral.
Terasa sedikit perih dan hangat ketika masuk. Lalu kulakukan penetrasi sedikit demi sedikit dan pelan.
“Ooohh, thank god, yes, uuhh, aahh oohh..”
Lenguhan Melia memang sangat merangsang. Setiap kemaluan saya masuk maka suara desah “Uuuhh..” keluar dari mulut Melia dan ketika kutarik yang keluar adalah “Aaahh..”.

Selama 10 menit kami berganti posisi. Sekarang adalah posisi Doggy Style, dengan bertumpu kepada kedua tangannya, Melia menikmati setiap genjotan dan hentakan saya dari belakang.
“Uuuhh, yees, yeess.. oohh yess.. oohh yess, come on Ryo..”
Suara pantat dan bagian tubuh bawah saya beradu menimbulkan bunyi tepukan. Pantat Melia yang begitu padat berisi, menambah rasa gemas saya untuk terus meremasnya. Belum cukup juga saya dalam posisi ini, saya tetap berusaha untuk meremas kedua payudaranya dan beradu mulut dengan tetap mempertahankan irama genjotan saya. Aku tidak tahu apa yang telah diberikan Melia kepada saya sehingga saya bisa bertahan begitu lama.
“You, oohh are aahh greaat Ryoo, oohh, aahh, oohh, aahh..”
Kemaluan Melia yang masih terasa sempit semakin menambah terus nafsu saya untuk terus mengenjotnya. Mungkin saya tidak tahu akau adalah orang ke-berapa yang ML dengannya, tapi ini memberikan saya pengalaman luar biasa yang tidak akan saya lupakan.
“Ooohh Mel, lu juga heebbaatt, aah, oohh, uuhh, kemaluanmu masih kencang dan sempit, aahh, oohh oohh, Mel”

Setelah hampir 20 menit kemudian, baru terasa ada yang mau keluar.
“Mel, aku, aku mau keluar, oohh, uuhh..”
“Iya.. genjot la..ggii Ryo, aakkuu juga mau keluar, uuhh aahh”
“Di dalam atau di luar nihh, oohh”
“Da.. lam saja biar terasa, jangan kuuaatiir, oohh”
Saya semakin mempercepat gerakan maju mundur dengan diimbangi gerakan Melia juga. Suara kecipak semakin memenuhi ruangan kamar.
“Aaakkuu keelluuar, aahh aahh..”
“Aaakkuu juga, Ryoo.. oohh..”
Hentakan terakhir, kudorong dalam-dalam kemaluan saya ke dalam kemaluan Melia yang diikuti dengan gerakan punggung Melia melengkung ke bawah dan dengan kepala mendongak ke atas pertanda dia juga telah mengalami klimaks. Tanganku masih memegang pinggang Melia. Masih bertahan 1-2 menit dalam posisi doggy style sebelum akhirnya Melia meletakkan badannya ke bawah dan telungkup dan saya mencabut kemaluaan saya lalu mendekapkan badan saya ke Melia dan membisikkan kata mesra.
“Lu hebat Mel. Saya jadi suka dan sayang sama lu.”
“Terima kasih Ryo, lu telah memberikan kepuasan yang telah saya dambakan selama ini”
“Kembali Mel, dari lu gue telah belajar sesuatu yang hebat..”
“Saya juga suka sama kamu, makanya saya tidak segan untuk melakukan ini denganmu, Ryo. Dan apa yang kita lakukan ini hanya suka sama suka. Just a friend, OK?”
Agak kaget juga saya mendengarnya tapi masih bisa kukuasai diriku.
“Ok mel, we always be a friend”
Akupun membelai mesra dia sampai akhirnya kami berdua tertidur tanpa sehelai benang pun.

Keesokan harinya kami kembali menikmati perjalanan wisata, hanya saja dengan keadaan yang sedikit lebih mesra setelah apa yang kami alami semalam. Sampai akhirnya waktu cuti saya habis di Medan dan pulang kembali ke Jakarta. Di hari kepulangan saya, Melia tetap mengantarku ke bandara untuk pulang ke Jakarta. Melia sekarang melanjutkan studi ke Amerika dan aku tidak tahu kapan ia akan kembali. Melia, Melia, i always remember what you have tought me! Tidak rugi perjalanan saya kali ini ke Medan. Sangat sangat special jika dibandingkan dengan semua perjalanan wisata saya selama ini.

Tamat
Diposkan oleh DHOFIR MAULUDDIN di 07:05 0 komentar
TANTE GIRANG "Hasrat Tanteku"
Bukan salahku kalau aku masih menggebu-gebu dalam berhubungan seks. Sayangnya suamiku sudah uzur, kami beda umur hampir 15 tahun, sehingga dia tidak lagi dapat memberi kepuasan sex kepadaku. Dan bukan salahku pula kemudian aku mencari pelampiasan pada pria-pria muda di luar, untuk memenuhi hasrat seks-ku yang kian menggebu di usia 35 ini. Dengan TB 170cm BB 58kg Bra 38C aku merasa sangat seksi dan sintal dengan payudara yang membusung besar ke depan dengan pantat njedol ke belakang apalagi perut ramping dan pinggul besar membulat, menambahkan tubuhnya yang bongsor ini semakin bahenol dan montok. Namun sepandai-pandainya aku berselingkuh akhirnya ketahuan juga. Suamiku marah bukan kepalang memergoki aku berpelukan dengan seorang pria muda sambil telanjang bulat di sebuah motel.


Dan ultimatum pun keluar dari suamiku. Aku dilarang olehnya beraktivitas diluar rumah tanpa pengawalan. Entah itu dengan suamiku ataupun anakku. Tak sedikitpun aku lepas dari pengawasan mereka bertiga. Secara bergantian mengawasiku. Aditya anak kakak sulungku yang baru masuk kuliah dapat giliran mengawasi di pagi hari karena dia masuk siang. Siangnya giliran Leni anakku sendiri yang duduk di kelas dua SMA, untuk mengawasiku. Dan malamnya suamiku kena giliran. Tentu saja aktivitas seks-ku pun terganggu total. Hasratku sering tak terlampiaskan, akibatnya aku sering uring-uringan. Memang sih aku bisa masturbasi, tapi kurang nikmat. Dua minggu berlalu aku masih bisa menahan diri.

Sebulan berlalu aku sudah stres berat. Bahkan frekuensi masturbasiku terus bertambah, sampai pernah sehari 10 kali kulakukan. Tapi tetap saja tak pernah mencapai kepuasan yang total. Aku masih butuh kocokan penis keras laki-laki. Seperti pada pagi hari Senin, saat bangun pagi jam 8 rumah sudah sepi. Suamiku dan Leni sudah pergi, dan tinggal Aditya yang ada di bawah. Aku masih belum bangkit dari tempat tidurku, masih malas-malasan untuk bangun. Tiba-tiba aku tersentak karena merasa darahku mengalir dengan cepat. Ini memang kebiasaanku saat bangun pagi, nafsu seks-ku muncul. Sebisanya kutahan-tahan, tapi selangkanganku sudah basah kuyup.

Aku pun segera melorotkan CD-ku lalu BH didadaku sehingga susu montok besar mancung itu leluasa muntah keluar dan langsung aku menyusupkan dua jari tangan kananku ke lubang vaginaku. vaginaku yang merekah kemerahan ditumbuhi rambut kemaluan yang hitam sangat lebat mulai dari bawah pusar sampai pada vaginaku yang seret ini membentuk segitiga hitam agak keriting. Aku mendesis pelan saat kedua jari itu masuk, terus kukeluar-masukkan dengan pelan tapi pasti. Aku masih asyik bermasturbasi, tanpa menyadari ada sesosok tubuh yang sedang memperhatikan kelakuanku dari pintu kamar yang terbuka lebar. Dan saat mukaku menghadap ke pintu aku terkejut melihat Aditya, anak kakak sulungku, sedang memperhatikanku bermasturbasi.

Tapi anehnya aku tidak kelihatan marah sama sekali, tangan kanan masih terus memainkan kemaluanku, dan aku malah mendesah keras sambil mengeluarkan lidahku. Dan Aditya tampak tenang-tenang saja melihat kelakuanku. Aku jadi salah tingkah, tapi merasakan liang vagina yang makin basah saja, aku turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah Aditya. Tubuh bongsorku yang sintal berjalan dengan buah dada menari-nari ke kanan ke kiri mengikuti langkahku, dengan sesekali kebelai bulu kemaluan vaginaku menambah rangsangan pada Aditya kemenakanku itu. Anak kakak sulungku itu masih tenang-tenang saja, padahal saat turun dari tempat tidur aku sudah melepas pakaian dan kini telanjang bulat. Aku yang sudah terbuai oleh nafsu seks tak mempedulikan statusku lagi sebagai tantenya.

Saat kami berhadapan tangan kanan langsung meraba selangkangan anak itu.
"Bercintalah dengan Tante, Aditya!" pintaku sambil mengelus-elus selangkangannya yang sudah tegang. Aditya tersenyum,
"Tante tahu, sejak Aditya tinggal disini 6 bulan lalu, Aditya sudah sering membayangkan bagaimana nikmatnya kalo Aditya bercinta dengan Tante..."
Aku terperangah mendengar omongannya.
"Dan sering kalo Tante tidur, Aditya telanjangin bagian bawah Tante serta menjilatin kemaluan Tante."
Aku tak percaya mendengar perkataan kopanakanku ini.
"Dan kini dengan senang hati Aditya akan 'kerjai' Tante sampai Tante puas!".

Aditya langsung memegang daguku dan mencium bibirku dan melumatnya dengan penuh nafsu. Lidahnya menyelusuri rongga mulutku dengan ganas. Sementara kedua tangannya bergerilya ke mana-mana, tangan kiri meremas-remas payudaraku dengan lembut sementara tangan kanannya mengelus permukaan kemaluanku. Aku langsung pasrah diperlakukan sedemikian rupa, hanya sanggup mendesahdan menjerit kecil.

Puas berciuman, Aditya melanjutkan sasarannya ke kedua payudaraku. Kedua puting susuku yang besar coklat kehitaman, dihisap anak itu dengan lembut. Kedua permukaan payudaraku dijilati sampaimengkilat, dan aku sedikit menjerit kecil saat putingku digigitnya pelan namun mesra. Aduh, tak henti-hentinya aku mendesah akibat perlakuan Aditya. Ciuman Aditya berlanjut ke perut, dan diapun berjongkok sementara aku tetap berdiri. Aku tahu apa yang akan Aditya lakukan dan ini adalah bagian di mana aku sering orgasme. Yah, aku paling tak tahan kalau kemaluanku di oral seks.

Aditya tersenyum sebentar ke arahku, sebelum mulutnya mencium permukaan lubang vaginaku yang rimbun tertutup bulu kemaluan yang sangat lebat. Lidahnya pun menari-nari di liang vagina, membuatku melonjak bagai tersetrum. Kedua tanganku terus memegangi kepalanya yang tenggelam di selangkanganku, saat lidahnya menjilati klitorisku dengan lembut. Dan benar saja, tak lama kemudian tubuhku mengejang dengan hebatnya dan desahanku semakin keras terdengar. Aditya tak peduli, anak itu terus menjilati kemaluanku yang memuncratkan cairan-cairan kental saat aku berorgasme tadi.

Aku yang kelelahan langsung menuju tempat tidur dan tidur telentang. Aditya tersenyum lagi. Dia kini melucuti pakaiannya sendiri dan siap untuk menyetubuhi Tantenya dengan penisnya yang telah tegang.
"Aaahhhh besar banget penismu, keras berotot panjang lagi, tante suka penis yang begini "
sahutku takjub keheranan dan gembira karena sebentar lagi vaginaku akan dikocok penis yang gede dan panjang, kira-kira ukurannya panjang 20 cm diameter 4 cm coba bayangin hebat kan. Aditya bersiap memasukkan penisnya ke lubang vaginaku, dan aku menahannya,
"Tunggu sayang, biar Tante kulum penismu itu sebentar."
Aditya menurut, di sodorkannya penis yang besar dan keras itu ke arah mulutku yang langsung mengulumnya dengan penuh semangat. Penis itu kini kumasukkan seluruhnya ke dalam mulutku sementara dia membelai rambutku dengan rasa sayang. Batangnya yang keras kujilati hingga mengkilap.

"Sekarang kau boleh kocok dan genjot vagina Tante, Adit.." kataku setelah puas mengulum penisnya.
Diapun mengangguk, penisnya segera dibimbing menuju lubang vagina yang kemerahan merekah siap menerima tusukan penis besar nikmat itu. Vaginaku yang basah kuyup memudahkan penis Aditya untuk masuk ke dalam dengan mulus.
"Ahh.. Adit!" aku mendesah saat penis Aditya amblas dalam kemaluanku.
Aditya lalu langsung menggenjot tubuhnya dengan cepat, lalu berubah lambat tapi pasti. Diperlakukan begitu kepalaku berputar-putar saking nikmatnya. Apalagi Aditya seringkali membiarkan kepala penisnya menggesek-gesek permukaan kemaluanku sehingga aku kegelian.

Berbagai macam posisi diperagakan oleh Aditya, mulai dari gaya anjing sampai tradisional membuatku orgasme berkali-kali. Tapi dia belum juga ejakulasi membuatku penasaran dan bangga. Ini baru anak yang perkasa. Dan baru saat aku berada di atas tubuhnya, Aditya mulai kewalahan. Goyangan pinggulku langsung memacunya untuk mencapai puncak kenikmatan. Dan saat Aditya memeluk dengan erat, saat itu pula air mani membasahi kemaluanku dengan derasnya, membuatku kembali orgasme untuk yang kesekian kalinya.

Selangkanganku kini sudah banjir tidak karuan bercampur aduk antara mani Aditya dengan cairanku sendiri. Aditya masih memelukku dan mencium bibirku dengan lembut. Dan kami terus bermain cinta sampai siang dan baru berhenti saat Leni pulang dari sekolah. Sejak saat itu aku tak lagi stress karena sudah mendapat pelampiasan dari keponakanku. Setiap saat aku selalu dapat memuaskan nafsuku yang begitu besar. Dan tidak seorang pun mengetahui kecuali kami berdua.


TAMAT
Diposkan oleh DHOFIR MAULUDDIN di 07:03 0 komentar
Label: TANTE GIRANG "Hasrat Tanteku"
Aku Dan Ibu Mila
Aku benar-benar jadi ketagihan berhubungan sex dengan wanita-wanita yang umurnya jauh lebih tua dariku. Hubungan cintaku dengan Ibu mertuaku masih terus berlanjut sampai saat ini. Jika aku sudah sangat rindu akan tubuh Ibu mertuaku, aku menelpon Ibu mertuaku, kami janjian untuk bertemu di salah satu hotel, yang lokasinya dekat dengan bandara.

Pagi pagi sekali aku berangkat, setelah kami berjumpa, kami tumpahkan semua rasa rindu kami, sehari penuh kami tidak keluar kamar mengejar sejuta kenikmatan.

Aku dan Ibu mertuaku benar benar memanfaatkan waktuku yang singkat, karena sore harinya aku harus segera kembali ke Jakarta. Saat menunggu dibandara, jika birahi ku datang, aku dan Ibu mertuaku masuk ke toilet bandara yang cukup sepi. Langsung kusingkap roknya, kuturunkan CDnya, kuturunkan celana dan CD ku sebatas lutut, dari belakang langsung kutancapkan kontolku kelubang memek Ibu mertuaku, kogoyang maju mundur pantatku dengan sangat cepat, agar secepat mungkin kami raih kenikmatan. Mungkin aku sudah gila, aku jatuh cinta sama Ibu mertuaku sendiri.

Banyak diantara pembaca sekalian yang bertanya tanya tentang hubungan sexku dengan Indri istriku? Dalam hubungan sex, Indri, tidaklah sehebat ibunya, dalam bercinta istriku tidak suka dengan gaya yang aneh aneh. Bahkan Untuk melakukan oral sex saja, Indri enggan melakukannya, jijik, katanya.

Dalam berhubungan badan, aku dan Indri lebih banyak mengunakan gaya konvensional dalam bercinta. Apalagi Indri istriku termasuk wanita karier yang cukup berhasil, kadang kadang disaat aku ingin bersetubuh istriku sering menolaknya, capek sekali, katanya.

Tapi bukan itu yang menjadi alasan aku harus selingkuh dengan ibunya atau dengan wanita setengah baya lainnya. Aku bangga akan istriku.

Hanya saja, dengan Indri semua fantasi sexku tidak pernah kesampaian, terlalu monoton, Dengan Ibu mertuaku atau dengan wanita setengah baya lainnya yang pernah kusetubuhi, aku bebas berexpresi, dan fantasi sexualku juga bisa terpenuhi.
Dengan mereka, aku benar benar merasakan kepuasan sexual yang luar biasa.

Sekarang aku akan melanjutkan ceritaku, tentang hubunganku dengan Ibu Mila, setelah persetubuhan kami yang pertama.

*****

Saat keesokan harinya, ketika aku sudah tiba dikantor, aku hanya senyum senyum sendiri membayangkan Ibu Mila atasanku, orang yang begitu ditakuti dikantorku ini, akhirnya menyerah pasrah dalam pelukanku, memohon mohon agar ladangnya segera dicangkul dan sirami oleh air kehidupan yang begitu nikmat. Aku hanya tersenyum sendiri kalau mengingat apa yang terjadi semalam antara aku dengan Ibu Mila.

Aku benar benar menunggu kedatangan orang yang paling berpengaruh dikantorku, dan ingin sekali melihat reaksi dan expresi Ibu Mila kepadaku. Setelah lewat setengah jam, Ibu mila belum Muncul juga. Dari Yena, sekretaris Ibu Mila aku tahu, bahwa hari ini Ibu Mila tidak masuk kantor karena kurang enak badan. Banyak teman teman yang tersenyum lepas, karena bisa bebas bekerja tanpa perlu ada yang ditakuti.

Cuma aku yang tidak senang atas peristiwa ini, karena aku ingin sekali melihat expresi wajah Ibu Mila. Ya sudahlah Akupun sibuk dan larut dengan pekerjaanku. Tanpa terasa sudah jam sepuluh pagi, tiba tiba aku dikejutkan oleh suara dering Hpku, tanda bahwa ada pesan yang masuk. Aku lihat ternyata Ibu Mila yang mengirim pesan, segera kubaca isi pesan tersebut.

“Pento.., kamu lumayan juga diatas ranjang, jadi wajar, kalau Ibu mertuamu sampai hamil. Hari ini saya nggak masuk kerja, saya tunggu kamu dirumah saya, jam satu siang. Minta izin sama Siska bilang saja kamu sakit.

Mila.”..

Uh dasar.. Bos, Sudah jelas jelas Ibu Mila kubuat KO di atas ranjang, masih bilang aku hanya lumayan. Tapi aku bersyukur juga, berarti hari ini aku bisa mengentot Ibu Mila lagi. Langsung terbayang semua kenikmatan yang akan kuperoleh dari tubuh gendut Ibu Mila.

Dengan alasan kurang enak badan, akupun izin untuk istirahat pulang, kutelpon taksi, saat taksi sudah datang, akupun langsung cabut dari kantorku menuju rumah Ibu Mila.

Setelah mendapat SMS dari Ibu Mila, aku begitu penuh semangat, hari ini aku ingin membuat Ibu Mila mengemis dan mohon ampun padaku. Cuma aku sadar, kemampuan sexku tidaklah terlalu hebat. Nggak mungkinlah, aku bisa kuat ngentot berjam jam. Untuk menambah stamina dan daya tahan sex ku, aku mampir ke salah satu toko yang menjual obat kuat, dari uang yang diberikan Ibu Mila kepadaku, aku beli beberapa butir obat kuat yang cukup ampuh. Didalam taksi langsung aku minum sebutir. Haa.. ha.. rasakan nanti, batinku.

Jam satu kurang, aku sudah tiba dirumah Ibu Mila, Kupencet bell dengan perasaan berdebar. Saat pintu gerbang terbuka kulihat Agus, satpam penjaga rumah Ibu Mila membukakan pintu.
“Eh.., Bapak Pento Silahkan masuk Pak, Ibu sudah menunggu Bapak di dalam”.
“Terima kasih Pak”, jawabku.

Akupun masuk kedalam, jauh juga jarak dari pintu gerbang sampai kepintu rumah Ibu Mila. Kulihat Ibu Mila sudah menunggu diteras rumahnya dan melambaikan tangannya.
“Hai, kamu datang juga.., aku pikir kamu nggak datang”, sapa Ibu Mila.
“Aku pasti datang Bu, kalau tidak datang, bisa-bisa rahasiaku terbongkar”, candaku.
“Ayo masuk, kamu sudah makan siang belum? Kita makan sama sama, hari ini Ibu sudah pesankan makanan untuk kita berdua. Spesial buat kamu dan Ibu”.
“Mmm.. ramah sekali Ibu Mila hari ini”, batinku.

Aku dan Ibu Mila masuk kedalam ruangan yang begitu besar, sepertinya kamar tidur Ibu Mila. Di dekat jendela yang menghadap kearah kolam renang, aku melihat sebuah meja kecil yang sudah ditata rapi, dengan nyala lilin dan sebotol wine, romantis sekali.

Aku dan Ibu Mila duduk berhadapan, Ibu Mila begiti lemah lembut, kamipun makan siang bersama, dalam suasana kamar yang begitu romantis.
“Boleh saya merokok disini Bu?”
“Silakan Pento, dulu almarhum suami Ibu juga seorang perokok”, jawab Ibu Mila.
“Kamu mau Minum wine?”, tanya Ibu Mila.
Kemudian Ibu Mila memberikan segelas wine untukku, kami terus berbicara sambil menghabiskan minuman kami.

Kupeluk tubuh Ibu Mila dari belakang saat Ibu Mila berdiri dijendela memandang keluar, Kucium dengan lembut wajahnya, bibirnya, burungku yang menempel tepat di belahan pantat Ibu Milapun sudah tegak berdiri, sampai sakit sekali rasanya, mungkin pengaruh obat kuat yang sudah aku minum.

“Pento, Sebenarnya Ibu mau mengajak kamu makan malam disuatu tempat yang romantis sekali, Cuma Ibu tahu, kamu tidak punya banyak waktu kalau malam hari jadi Ibu ajak kamu makan siang di sini, dikamar Ibu, dan sengaja suasananya Ibu buat seperti ini, agar tetap terkesan romantis”
“Terima kasih Bu, Ibu baik sekali”. Jawabku
“Kamu tahu Pen? Ini kamar tidur Ibu dan almarhum Bapak, kamu lelaki kedua setelah almahum Bapak, yang boleh masuk di kamar ini. Ibu sudah lama suka sama kamu, Cuma Ibu nggak yakin, melihat gayamu yang cool, apa iya kamu mau sama Ibu?, Untung Ibu mendengar pembicaraan kamu dan Ibu mertuamu, yah terpaksa Ibu harus mainkan siasat, untuk mendapatkan kamu”.
“Pento kamu maukan, hari ini, kamu bercinta dengan Ibu tanpa merasa terpaksa”.

Aku tersenyum dan kupandangi wajah Ibu Mila, aku merasa bangga sekali, kupeluk lebih erat lagi tubuh Ibu Mila. Tubuhku sudah panas rasanya, Ibu Mila berbalik, kami sudah saling berhadapan. Kupandangi wajah Ibu Mila, cantik sekali, kukecup lembut bibir Ibu Mila, kami berdua sudah saling melumat. Lama sekali kami berciuman, ditambah lagi suasana yang begitu romantis menambah tinggi gairah kami berdua.

Kulepas pakaian yang di kenakan Ibu Mila, kuciumi lehernya, Ibu Mila mendesah menikmati cumbuan yang aku berikan, kubuka Bh nya, kuremas dengan lembut tetek Ibu Mila. Ciumanku terus turun kearah buah dadanya, kujilati dan kuhisap tetek Ibu Mila, Ibu Milapun semakin mengeliat dan semakin keras desahannya.

“Uh.. Pento.. Terus hisap sayang.. Uhh.. Enak.. Pen.”..
setelah puas bermain main di buah dada Ibu Mila ciumankupun turun keperutnya. Kujilati pusarnya sambil tanganku berusaha melepas celana dalam Ibu Mila, yang merupakan penutup terakhir di tubuhnya. Masih dalam posisi berdiri kujilati memek Ibu Mila, kuhisap semua lendir yang keluar, dendam yang tadinya begitu mengebu gebu hilang sudah, aku begitu lembut memperlakukan Ibu Mila.

“Ah.. pento.. nikmat sekali sayang, buka pakaianmu sayang”.
Jari jemari tangan Ibu Mila dengan lincah melepas kancing pakaianku. Satu persatu pakaian yang kukenakan terlepas sudah. Akhirnya kami berdua sudah telanjang bulat. Dihisapnya puting dadaku, sambil tangan Ibu Mila meremas remas kontolku yang sudah sangat tegak berdiri.

“Pento aku ingin kita melakukannya di tempat tidur, puaskan aku sayang”.
Kami berdua berjalan menuju kepembaringan, tangan Ibu Mila terus memegangi kontolku. Tubuhku direbahkan diatas pembaringan, kemudian kontolku di kulum dengan lembut, nikmat sekali kuluman Ibu Mila.

“Oh.. Pento Ibu sudah tidak tahan lagi.. Ibu masukin ya sayang.”..
Kemudian Ibu Mila menaiki tubuhku, digemgamnya kontolku dan diarahkan ke lubang memeknya, perlahan lahan sekali Ibu Mila menurunkan pantatnya, mili demi mili batang kontolku masuk meluncur ke lubang memek Ibu Mila yang sangat basah sekali.

“Ahh.”., rintih kami berdua, saat kontolku masuk semua terbenam didalam lubang memek Ibu Mila.
Aku lihat Ibu Mila memejamkan mata dan mengigit bibirnya menikmati sensasi yang begitu indah. Ibu Mila mengangkat pantatnya dengan perlahan sekali, menikmati gesekan batang kontolku dengan dinding memeknya, kemudian diturunkan kembali dengan sangat perlahan. semakin lama goyangan naik turun pantat Ibu Mila semakin cepat.
“Akkhh.. Pento.. ampun.. enak sekali sayang.. kontolmu enak sekali sayang”.
Ibu Mila terus menjerit mendesah berteriak menikmati sensasi nikmat dari pertemuan batang kontolku dengan lubang memeknya. Kontolku yang begitu tegak perkasa terus menerus menerima gesekan demi gesekan dari lubang memek Ibu Mila.
“Iya.. Bu, aku juga nikmat goyang terus Bu”.
Kuremas tetek Ibu Mila, aku angkat badanku kuhisap teteknya, goyangan pinggul Ibu Mila makin menggila dan terkendali.

Jujur saja, kalau bukan karena pengaruh obat kuat yang aku minum, Mungkin aku sudah ejakulasi, dan sudah tidak sanggup lagi bertahan mengimbangi goyangan pantat Ibu Mila yang begitu liar.
“Oh.. Pento.. Ibu.. sudah nggak sanggup lagi.., Ibu mau keluuarr”.
“Ayo.. Bu.. keluarin semuanya Bu.. Nikmatin.. Bu.”..
Kuhisap dengan kuat tetek Ibu Mila, dan Ibu Milapun makin mempercepat goyangan pinggulnya menanti saat saat datangnya orgasme.
“Pentoo.. Arrgghh.”., jerit Ibu Mila, memek Ibu Mila dengan kuat mencengkram batang kontolku.
Sungguh menyesal aku meminum obat kuat, padahal saat seperti inilah, saat yang paling nikmat untuk secara bersamaan melepaskan orgame yang sudah tertahan. Namun kalau aku tidak meminumnya, aku juga tidak tahu apakah aku sanggup bertahan dari serangan dan goyangan pantat Ibu Mila.

Dipeluknya aku dengan erat sekali.
“Hu.. hu.. hu.”., Ibu Mila menangis.
Aku peluk tubuh nya dengan erat. Kurebahkan badanku, Ibu Mila ikut rebah sambil terus memelukku. Kubiarkan Ibu Mila menikmati orgasmenya.

Kukecup kening Ibu Mila, ku belai rambutnya dengan penuh kasih sayang, sementara kontolku masih terus terbenam di dalam lubang memek Ibu Mila.
“Enak sayang”, Tanyaku
“Enak sekali Pen, dasyat sekali rasanya” jawab Ibu Mila lirih.
“Kamu sudah keluar Pento?”.
“Belum Bu, tidak apa apa, yang penting Ibu puas”, Jawabku.
“Ibu lemas sekali Pento, kasihan kamu belum keluar”.
“Tidak apa-apa Bu, Ibu istirahat dulu, nanti kita lanjutkan lagi, toh waktu kita masih panjang”, jawabku.

Ibu Mila mengangkat tubuhnya dan langung menghempaskannya kembali disampingku. Kontolku masih tegak berdiri, sama sekali belum terlihat tanda tanda hendak memuntahkan isinya. Ibu Mila merebahkan kepalanya didadaku, kupeluk tubuh Ibu Mila, sambil kubelai belai ramutnya. Akhirnya Ibu Milapun tertidur.

Kupandangi wajahnya, ada senyum kepuasan disana. Seandainya saja dendamku belum hilang mungkin aku tidak peduli apakah Ibu Mila lelah atau tidak, pasti sudah kutancapkan kembali kontolku yang masih tegak berdiri kelubang memek Ibu Mila sampai Ia minta ampun dan memohon mohon padaku.

Hari itu sampai jam sepuluh malam Aku dan Ibu Mila benar benar menghabiskan waktu kami hanya untuk bersetubuh meraih kenikmatan demi kenikmatan. Kami berdua melakukannya dengan penuh perasaan.

Ternyata di balik ketegaran yang diperlihatkanya dikantor, Ibu Mila tetaplah seorang wanita yang butuh perhatian dan kasih sayang. Tamat
Diposkan oleh DHOFIR MAULUDDIN di 06:59 0 komentar
Label: Aku Dan Ibu Mila
Aku Oase Para Wanita Bersuami
Kisahku berikut ini adalah tentang sebuah sisi kehidupanku yang menjadi tempat perhentian sementara bagi wanita-wanita bersuami yang dahaganya tidak terpuaskan dan gairahnya tidak tersalurkan. Wanita-wanita tersebut hanya sekedar singgah untuk melepaskan dahaganya. Tidak lebih tidak kurang. Tidak ada rasa asmara atau melibatkan uang.

*****

Jam sepuluh malam seperti kebiasanku yang suka JJM, sebuah versi lain dari JJS, aku masih keluyuran di sekitar Taman Topi Bogor. Aku jalan ke Pasar Kebon Kembang cari makanan lewat depan Stasiun Bogor. Stasiun telah sepi. Kereta terakhir masuk pukul 21.35 tadi.

Kulihat seorang wanita mondar-mandir di depan stasiun dan melongokkan kepalanya ke dalam. Kelihatannya dia mencari atau menunggu seseorang. Kuhampiri dia dan kutanya.

“Cari siapa, Teh?” Teteh adalah panggilan kakak perempuan dalam bahasa Sunda.
“Anu, .. Eh.. Saya cari Ibu Eti yang jualan di dalam kompleks stasiun,” jawabnya.
“Oh. Stasiun sudah tutup. Kereta tadi sudah masuk jam setengah sepuluh” kataku.
“Aduh! Gimana ya? Tadi janjian dia nunggu sampai saya datang,” katanya lagi.
“Teteh mau kemana sih?”
“Mau pulang ke Cianjur. Tapi kalau kemalaman nginap dulu di tempat Eti. Sekarang ia nggak ada. Gimana ya?” katanya gelisah.

Pikiran nakalku mulai muncul.

“Teh, jam segini mobil ke Cianjur sudah nggak ada. Paling besok pagi-pagi baru ada. Begini saja, teteh nginep aja di penginepan, baru besok pagi berangkat ke Cianjur”.
“Saya nggak bawa uang cukup untuk nginep di hotel”.
“Kalau teteh mau, kita nginep aja sama-sama. Nanti saya yang bayar. Saya juga lagi males pulang. Teteh tidak akan saya apa-apakan kok”, kataku meyakinkannya.
“Dimana?” tanyanya.
“Sudahlah. Teteh percaya aja sama saya,” kataku lagi. Mangsa sudah di depan mata, sayang kalau dilepas.
“Eee, tapi benar ya aku nggak akan diapa-apakan,” akhirnya dia menyerah.

Kuajak dia untuk makan mie dulu. Sekedar menambah energi kalau nanti diperlukan. Setelah makan, kami berangkat ke sebuah Wisma T di sekitar pasar Kebon Kembang. Wanita tadi mengenakan celana panjang kain dengan blus warna terang lengan panjang dan membawa tas pakaian kecil. Singkat kata kami sudah berada di dalam kamar dan berbaring berdampingan. Selangkah lagi maka aku akan menikmati tubuh di sampingku ini.

Ia masih kelihatan gelisah. Kuhibur dia,”Sudahlah Teteh tenang saja. Besok pagi saya antar ke Baranangsiang cari mobil ke Cianjur”.

Dia agak terhibur dengan kata-kataku.

“Ngomong-ngomong Teteh ini tadi darimana sih?” tanyaku menyelidik.
“Dari Rangkas, tadinya mau langsung ke Cianjur tapi saya kemalaman”.

Setelah ngobrol kesana kemari akhirnya saya tahu tentang dirinya. Namanya Wiwik, suaminya seorang PNS berasal dari Tim-tim. Sudah beberapa lama sedang tugas belajar ke luar kota. Aku semakin berani dan kugeserkan badanku merapat ke badannya. Aku berpikir, kalau dia sudah mau diajak menginap dengan seorang yang baru dikenal, apapun alasannya pastilah dia mau untuk ditiduri. Setelah yakin bahwa keadaan sudah terkendali kupeluk dia dan dengan cepat kucium bibirnya. Ternyata iapun membalasku.

“Ouhh, kamu ternyata.. Ayo aku mau kita saling memuaskan malam ini. Selama suamiku tugas belajar aku sangat merindukan sentuhan laki-laki. Sebenarnya sejak dari stasiun tadi waktu kamu mengajakku nginap, aku mau..”
Kuremas dadanya dan mulai kubuka kancing blusnya. Dipegangnya tanganku,”Kecil To. Kamu nanti kecewa,” katanya.
“Ah, nggak,” kataku sambil terus membuka kancing bajunya.
“Biar aku saja yang buka!” katanya sambil memegang tanganku.

Akhirnya ia membuka pakaiannya dan akupun membuka pakaianku sendiri. Kini tinggal pakaian dalam saja yang melekat di tubuh kami. Kupandangi sejenak wanita di sampingku ini. Kulitnya cukup putih, tingginya dan perawakannya sedang dengan dada yang tidak terlalu besar, 34, tapi masih terlihat kencang.

Dalam keremangan kamar kulihat Wiwik menggerak-gerakkan bibirnya untuk membersihkan lipstik. Aku mulai mendekatkan bibirku pada bibirnya. Sedikit bau keringat di tubuhnya membuatku semakin penasaran.

Ditubruknya tubuhku dan ia sudah naik di atas tubuhku. Kemudian tanpa ragu lagi kulumat bibir Wiwik dan ia mulai terbawa permainan bibirku dan segera membalas lumatanku dengan penuh gairah. Kemudian tanganku mulai bermain di dadanya, menyusup di balik bra-nya. Buah dadanya masih kencang dan bulat, setelah itu langsung kuremas dan kupilin putingnya. Nafas kami mulai berkejaran.

“Eehh, .. Ouhh.” Lehernya kukecup dan kujilat.

Tanganku segera bergerak ke punggungnya dan membuka kancing bra-nya. Dengan usapan lembut di bahunya tanganku dengan pelan melepas tali branya. Buah dadanya yang bulat segera mencuat keluar. Putingnya kecil berwarna coklat muda namun keras.

Kudorong lidahku masuk ke dalam rongga mulutnya. Kujelajahi seluruh bagian di mulutnya dan kemudian lidahku menari di langit-langit mulutnya. Wiwik kemudian menggelitik lidahku dan menyedotnya kuat-kuat sampai pangkal lidahku agak sakit. Kemudian gantian ia yang mendorong lidahnya ke dalam rongga mulutku. Bibirnya tipis dan lemas. Ia sangat mahir dalam berciuman. Lidah kami saling bergantian memilin dan menjelajahi mulut. Tangan kananku memijat dan memilin putingnya kemudian meremas gundukan daging payudaranya.

Kuangkat bahunya agar badannya agak ke atas. Segera kuterkam payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil. Ia melenguh dan mengerang. Kepalanya terangkat-angkat dan tangannya meremas-remas bantal di bawah kepalaku.

“Ouhh.. Aaacchh, Ayo Anto lagi.. Teruskan lagi.. Teruskan”.

Kejantananku yang masih di dalam celana dalam mulai menggeliat. Puting dan payudaranya semakin keras. Kukulum semua gundukan daging payudara kirinya sehingga masuk ke dalam mulutku kemudian putingnya kumainkan dengan lidahku, kemudian mulutku beralih ke payudara kanannya. Napasnya terengah-engah menahan kenikmatan yang kuberikan.

Kulepaskan hisapanku pada dadanya. Tangannya mengusap dada, menyusuri perut dan pinggang, kemudian menyusup di balik celana dalamku, kemudian mengelus dan mengocok kejantananku. Mulutnya kemudian ikut bermain di dadaku, menjilati dan mengecup putingku. Kepalanya semakin ke bawah dan menjilati perut dan pahaku. Ditariknya celana dalamku ke bawah. Kini aku sudah dalam keadaan telanjang.

Wiwik kembali menggerakkan kepalanya ke atas, bibirnya mengecup, menjilati leher dan menggigit kecil daun telingaku. Ia mendesis tepat di lubang telingaku sehingga badankupun jadi merinding. Napasnya dihembuskan dengan kuat. Dia mulai menjilati lubang telingaku. Aku merasakan geli dan sekaligus rangsangan yang kuat. Kugigit bibir bawahku untuk menahan rangsangan ini. Kupeluk dan kuusap pinggangnya kuat-kuat.

Tanganku menarik celana dalamnya dan dengan bantuan pahanya yang bergerak naik maka dengan mudah kulepaskan celana dalamnya. Telunjuk tangan kiriku bermain di selangkangannya. Rambut kemaluannya jarang dan pendek. Kubuka bibir vaginanya dengan jari tengah dan ibu jari. Telunjukku hanya bergerak masuk sedikit dan setelah menemukan tonjolan daging kecil, maka kubuat gerakan menggaruk di atas permukaannya. Setiap aku menggaruknya Wiwik mengerang.

“Oouuhh.. Aaauhh.. Ngngnggnghhk”

Kulepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya kembali ke bawah, menjilati bulu dada, puting dan perutku. Kini tangannya yang bermain-main di kejantananku. Bibirnya terus menyusuri perut dan pinggangku. Tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak.

Kugulingkan badannya sehingga aku berada di atasnya. Kembali kami berciuman, Wiwik sangat pintar bermain dengan bibirnya sehingga ciuman kami terasa nikmat sekali. Kupilin puting payudaranya dengan jariku sehingga dia mendesis dan mengeluarkan suara yang tidak jelas.

“SShh.. Ssshh.. Ngghh.. Arrghhk..”.

Perlahan lahan kuturunkan pantatku. Kepala penisku dijepit dengan jarinya, dan digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa lembab, hangat dan berair. Dia mengarahkan kejantananku agar masuk ke dalam vaginanya. Wiwik merenggangkan kedua pahanya dan sedikit mengangkat pantatnya. Kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya. Kugesek-gesekkan di bibir dalamnya sampai penisku terasa keras sekali. Keadaan lubang vaginanya semakin basah. Wiwik memintaku untuk segera memasukkan penisku semuanya.

“Ayolah Anto, masukin.. Ayo..”

Aku mencoba untuk menusuk lagi dengan mengencangkan otot perutku langsung sekali tusuk Clleepp.. Blleessh.

“Ouhh.. Anto nikmatnya.. Ouhh!” erangnya setengah berteriak.

Aku bergerak naik turun. Wiwik mengimbangi dengan gerakan pinggulnya. Tangannya meremas sisi atas bed sehingga semakin lama tubuh kami bergeser semakin ke arah sisi ranjang bagian atas. Ketika lendirnya sudah membasahi vaginanya sampai agak becek, maka kupercepat gerakanku. Kucabut penisku sampai keluar dan dengan cepat kumasukkan kembali sampai menyentuh dasar rahimnya.

Kugulingkan badannya dan kini ia diatasku. Ia menciumku dengan liar kemudian dikecupnya leherku dan bibirnya terus kebawah menggigit puting dan menarik bulu dadaku.

Wiwik kemudian berjongkok dan pantatnya bergerak naik turun, memutar dan maju mundur seperti joki yang sedang memacu kudanya. Payudaranya bergoyang-goyang dan segera kuremas-remas. Aku bergerak menaikkan tubuhku sehingga kini posisiku duduk memangkunya. Payudaranya bebas kupermainkan dengan tangan dan mulutku. Tangannya memegang pahaku, dadanya semakin tegak dan kepalanya mendongak. Tidak ada bagian tubuh atasnya yang kulewati. Gerakan maju mundur pantatnya dipercepat sampai tubuhnya seakan meliuk-liuk erotis.

Aku menggeserkan tubuhku sampai aku duduk di bibir ranjang dan kakiku menjuntai ke lantai. Ia masih bergerak-gerak memompa kenikmatan di atasku. Kupegang buah pantatnya dan ia memeluk leherku. Kuangkat badannya dan kugendong tubuhnya. Kupepetkan pada dinding dan kini pantatku yang bergerak maju mundur. Ia mengimbangi dengan menghentakkna pantatnya naik turun. Ternyata bersetubuh dengan posisi ini tidaklah semudah seperti yang kulihat dalam film.

Kuturunkan tubuhnya sehingga peniskupun terlepas. Kuminta ia nungging di atas ranjang. Pantatnya berada di atas bibir ranjang, sehingga dalam posisi berdiri di lantai aku memasukkan penisku dari belakang. Pahanya sedikit dilebarkan dan tak lama penisku masuk dan pantatku menggenjotnya pelan. Kutarik dan kumasukkan lagi penisku dengan pelan. Ia menggerakkan pantatnya berlawanan dengan gerakanku sehingga ketika pantatku bergerak maju ia menggerakkan pantatnya ke belakang sehingga tekanan pada kemaluan kami sangat terasa.

Kuraih buah dadanya dan kuremas. Kucium dan kukecup punggungnya. Ia merintih-rintih keenakan,”Ouhh.. Teruskan. Kau benar-benar pandai bermain cinta.. Oooakhh”.

Bunyi paha beradu dan juga bunyi seperti tanah lumpur yang diinjak kaki memenuhi seluruh ruangan kamar.

Plok.. Plok plok plok.. Clop.. Cropp.. Cropp..

“Anto.. Ayo lebih cepat lagi.. Ayoo”.

Kutarik rambutnya kasar dengan tangan kiriku sementara tangan kananku memeluk pinggangnya. Ia semakin berteriak merintih-rintih. Kucabut penisku dan kutelentangkan tubuhnya. Kini hampir tiba saatnya bagiku untuk menuntaskan dan memuaskan gairahku. Kumasukkan kembali penisku dengan perlahan dan dengan ketegangan yang penuh. Wiwik memelukku erat. Kakinya membelit pahaku, matanya terbeliak dan kuku tangannya mencengkeram erat punggungku.

Kuubah lagi gerakanku, ujung penisku saja yang masuk beberapa kali. Dan kemudian kutusukkan sekali dengan cepat sampai seluruh batangnya masuk ke vaginanya. Matanya semakin sayu dan gerakannya semakin ganas. Aku menghentikan gerakanku dengan tiba-tiba. Payudaranya kuremas dan sebelah lagi kuhisap kuat-kuat. Tubuh Wiwik menggelepar.

“Ayo.. Anto. Jangan berhenti, teruskan Anto.. Teruskan lagi.. Ouh,” pintanya.

Aku tetap menghentikan gerakanku dan merebahkan tubuhku di atasnya. Kini pantatku naik turun sedikit saja, namun penisku kukeraskan dengan cara seolah-olah menahan kencing. Ia semakin terbeliak dan bola matanya memutih setiap penisku berkontraksi. Beberapa saat pantatku hanya bergerak naik turun sedikit tanpa tanpa menggerakkan anggota tubuh lainnya, sambil berciuman dan saling memagut bagian tubuh yang terjangkau.

“Anto, .. Sedap.. Nikmat.. Ooouuhh” desisnya sambil menciumi leherku.

Aku mengerti wanita ini hampir mencapai puncak yang dinginkannya. Kugerakkan lagi pantatku dengan gerakan yang cepat dan dalam. Bunyi seperti kaki yang berjalan di tanah lumpur makin keras bercampur dengan bunyi desah napas yang memburu.

Crrok crok crok..

“Ayolah Anto, aku mau..”. Gerakan pantatku semakin cepat dan akhirnya
“Ayo.. Anto sekarang.. Sayang.. Sekarang..!!”

Otot tubuhnya mengencang, vaginanya berdenyut kuat, napasnya tertahan dan tangannya mencakar punggungku. Kukencangkan otot perut dan kutahan dan kukocok vaginanya sampai terasa seperti ada aliran deras yang akan keluar. Aku berhenti sejenak dalam posisi penisku menggantung terlepas dari vaginanya, kemudian kuhunjamkan cepat dan penuh tenaga.

Crot Crott.. Crott, beberapa kali aku menyemprotkan spermaku. Kami saling berteriak tertahan untuk menyalurkan puncak kenikmatan.

“Yess.. Aduhh.. Oochh.. Auuhhkk”

Pantatnya naik dan tubuhnya gemetar, pelukan tangan dan jepitan kakinya semakin erat. Denyutan di dalam vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku yang juga membalas dengan berdenyut-denyut.

Setelah keadaan menjadi tenang, sambil tetap berpelukan kutanya dia, “Wik, bukannya orang Timtim juga sangat kuat dalam bercinta?”
“Ya memang nafsunya gede, kadang dalam semalam aku harus melayaninya sampai tiga kali, namun variasi dan tekniknya masih sangat jauh dibandingkan kamu!”

Setelah mandi pagi, maka gairahku muncul kembali dan bersama-sama kami menggapai titik tertinggi. Setelah itu barulah kuantar dia ke Baranangsiang sampai naik mobil. Kami berjanji minggu depan untuk bertemu di Terminal Baranangsiang dan bercinta di rumahnya yang lain di dekat Situ Gunung, Cisaat. Dalam dua kali pertemuan itulah, aku sempat memuaskan kehausannya. Tamat
Diposkan oleh DHOFIR MAULUDDIN di 06:55 0 komentar
Label: Aku Oase Para Wanita Bersuami
Ngesek Dengan Ambar
Dalam kisahku sebelumnya ‘wanita karier’, aku semakin dikenal beberapa wanita sebaya. Baik di Surabaya atau dari kota lainnya, mereka terkadang mendengar cerita dari mulut ke mulut tentang ‘kehebatanku’ dalam urusan ranjang.

Dari semua wanita sebaya yang pernah mencoba kehebatanku dalam urusan sex, rata-rata mereka ingin sekali melakukan hal yang sama kesempatan waktu yang sengaja mereka ciptakan. Sehingga, aku sendiri terkadang dalam satu hari bisa making love dengan 3 orang yang berbeda dan tentunya dengan 3 waktu yang berbeda. Hal itu membuat aku semakin getol untuk menjaga stamina dan fisik aku supaya ‘fight’ terus. Karena tidak jarang pula dalam suatu permainan sex, pasanganku menginginkan bermacam-macam style.

Aku memang type pria yang suka mencari tahu perkembangan, pendidikan dan pelajaran sex, baik lewat internet, buku bacaan sexsiologynya dr. Boyke, atau mungkin beberapa koleksi film BF ku, yang sering memberiku inspirasi dalam mencoba style/gaya dalam bercinta. Sehingga semua itu memberiku inspirasi saat sedang bercinta dengan seseorang.

Berikut ini adalah pengalaman nyataku yang tidak kalah hebat dengan kisahku sebelumnya. Kisah ini terjadi sekitar bulan pebruary 2004 yang lalu, perkenalanku berawal saat menyapaku di YM. Dengan pembicaraan di chatting yang serius tapi santai, aku ketahui bahwa wanita tersebut adalah salah seorang yang dengan rutin mengikuti kisahku yang aku ceritakan di situs 17Tahun baru ini. Terbukti wanita tersebut bisa menceritakan kembali apa saja yang sudah aku tulis di kisah-kisah sebelumnya.

*****

Singkat cerita, wanita tersebut ingin ketemu denganku di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya. Setelah beberapa saat aku duduk sambil meminum sofdrink yang aku pesan, seorang wanita sebaya berjalan menghampiri tempat dudukku.

“Dandy ya..?” sapa wanita tersebut.
“Iya, maaf anda siapa ya?” balasku bertanya.
“Namaku Ambar” kata wanita itu mengenal diri.
“Silahkan duduk Mbak” kataku mempersilahkan wanita tersebut duduk.

Setelah memesan minuman american float, kami berdua terhanyut dalam obrolan-obrolan yang terkadang membuat kami tertawa bersama. Umur 33 tahun tidak memperlihatkan tubuh Ambar mengendur sedikitpun. Tubuh Ambar memang tidak seberapa tinggi, perkiraan aku 165/50. Bibirnya yang sedikit sensual dan dipadu wajahnya yang manis, membuat wanita tersebut kelihatan lebih dewasa. Pinggulnya yang indah dengan style bagaikan gitar spanyol, membuat nafasku naik turun tidak beraturan. Tonjolan bongkahan daging kembar didadanya yang menurut tebakanku berukuran 34, semakin memperlihatkan sempurnanya wanita tersbut.

“Dandy, kenapa kok bengong?” tanya Ambar.
“Ngg.. Nggak kok Mbak, aku cuman terpana aja dengan Mbak” godaku
“Akh kamu bikin aku GR saja” katanya tersenyum.
“Oya Mbak kemaren kok bisa langsung PV nickname aku?” tanyaku.
“Iya ada seseorang yang kasih nickname kamu, kata temanku kamu orangnya asyik aja” jelas Ambar.
“Emang siapa sih Mbak nama teman nya?” tanyaku selidik.
“Sudah deh Dandy, maaf aku nggak bisa kasih namanya. Yang penting aku sudah ketemu kamu sekarang” kata Ambar menjelaskan.

Kami berdua cerita tentang kehidupan kita masing-masing, dan ternyata Ambar termasuk single parent. Itu karena beberapa tahun yang lalu, suaminya pergi entah kemana. Dengan wajah yang sedikit suram, Ambar menceritakan kisahnya sampai dia harus bercerai dengan suaminya.

Ada guratan kesedihan yang nampak jelas diwajahnya, aku seperti tersihir dengan ceritanya. Sehingga membuat aku sering menarik nafas panjang. Ambar menceritakan kalau di Surabaya ini tinggal dengan kakak perempuannya. Sebut saja kota pinggiran kota surabaya tinggalnya.

Hampir 1 jam penuh kami ngobrol tanpa terasa, sampai akhirnya aku menawarkan untuk mengakhiri pertemuan tersebut.

“Ambar, sudah malam nih” kataku
“Iya” jawabnya lirih.
“Mas, aku dianter pulang ya?” pinta Ambar.
“Oke, tapi mobilku jelek lho” kataku merendah.
“Jelek-jelek kan beli sendiri, lagian aku butuh orangnya kok” goda Ambar.

‘DEG’ jantungku terasa berhenti seketika walaupun dengan secepat itu pula aku berusaha mengontrol keadaan diriku yang mulai ngeres. Aku berusaha menerjemahkan apa arti sebenernya perkataan Ambar tersebut. Betapa bahagianya diriku jika memang dia mau kencan denganku. Seiring obrolan yang sedikit membuat nafasku sesak, kami berdua suadah berada dalam mobil dan segera meluncur untuk mengantar Ambar. 45 menit kemudian, kami sudah berada di sebuah rumah yang tidak sebegitu besar tetapi view nya sangat mengagumkan.

“Dandy, mampir dulu ya?” ajak Ambar.
“Aduh maaf deh, sepertinya ini sudah malam” kataku.
“Sebentar aja, sekalian aku buatin kopi” pinta Ambar menggebu.

Tangannya yang lentik menarikku supaya turun dari mobil dan akhirnya aku memarkir mobilku di depan rumahnya. Ketika aku masuk ruang tamu, bau semerbak bunga sedap malam menyengat hidungku dan menambah suasana romantis.

“Dandy, silahkan diminum,” kata Ambar.
“Iy–iya..” jawabku gugup.

Entah berapa lama aku menikmati suasana sekeliling, karena tanpa terasa Ambar sudah membawa 2 buah cangkir yang berisi kopi dan teh. Aku langsung meminum kopi hangat yang sudah dihidangkan Ambar.

“Mmm, kok sepi memang kakak kamu dimana?” tanyaku.
“Nggak tahu tuh Dandy, mungkin lagi keluar” jawab Ambar.

Malam itu memang Ambar kelihatan sangat menggairahkan, dengan yukensi warna cream dipadu dengan rok mini warna merah muda membuat kakinya yang jenjang semakin nampak indah. Sesekali aku melirik pahanya yang putih mulus sehingga membuat ‘adik kecilku’ mulai berontak.

“Dan, kenapa kok bengong?” tanya Ambar mengagetkan lamunanku.
“Tidak apa-apa kok” kataku.
“Dany, aku mau tanya sesuatu boleh nggak?” tanya Ambar.
“Silahkan Mbak” jawabku.
“Mmm, kata temanku kamu sering menulis pengalaman sex kamu di situs www.17Tahun.com ya?” tanyanya.
“Iy–iya sih Mbak” jawabku dengan wajah memerah.
“Terus apa yang kamu ceritakan itu benar kisah nyata kamu?” tanyanya kembali.
“Iya Mbak, aku sengaja tuangkan di situs itu karena aku belum menemukan sosok yang pas buat aku ajak share tentang masalah sex,” jelasku.
“Apa istri kamu tahu?” tanya menyelidik.
“Ya pasti nggaklah Mbak” jawabku.
“Aku sudah baca semua karya tulis kamu dan aku tertarik dengan style kamu saat bercinta dengan wanita setengah baya. Sepertinya kamu perfect banget dalam urusan yang satu itu” puji Ambar.
“Akh, biasa aja kok Mbak.. ” jawabku datar.

Kami membicarakan hal-hal mengenai sex dengan jelas dan terbuka, sehingga tanpa terasa jam sudah menunjukkan 1/2. 9 malam.

“Mbak sudah malam nih, aku mau pulang dulu ya?” pintaku.
“Iya deh dan tapi.. ” Ambar tidak meneruskan pembicaraanya.

Ambar langsung berdiri dan menghadap tepat di depan wajahku dan sesaat kemudian Ambar sudah berada diatas pangkuanku.

“Dandy, aku ingin bukti kehebatan kamu dalam bercinta” pintanya.
“Mbak nanti ada orang.. ” jawabku ragu

Tanpa bisa meneruskan rasa kekhawatiranku, bibir Ambar langsung menyumbat bibirku. Tangannya melingkar di leherku sehingga lumatan bibir Ambar seakan menyesakkan nafasku. Kami berdua saling melumat dan mengadu lidah, sehingga lambat tapi pasti birahiku mulai terusik untuk bangkit. Rok mini Ambar yang tadinya rapi, sekarang sudah terangkat ke atas. Celana beranda warna pink semakin menambah kesempurnaan pinggul Ambar. Yukensi cream Ambar sudah terlepas semua kancingnya sehingga bra nya yang berwarna pink nampak jelas dihadapanku.

Sesekali tubuhnya meliuk-liuk diatas pangkuanku, seakan-akan memberikan indikasi bahwa dia sudah mulai gatal.

Sesaat kemudian Ambar berdiri dan mengkangkangi wajahku, naluriku segera menggerakan wajahku untuk medekati selangkangannya. Bibirku yang sudah mulai nakal, menjilati lutut, paha dan sampailah di tengah selangkangan Ambar. Aku melihat CD warna pink yang tadinya masih bersih, sudah mulai banjir dengan lendir yang membasahi permukaan vaginanya.

“Ohhk.. Dandy.. Teruss..” desah Ambar.

Dengan lihai, tanganku yang kiri mendorong pantat Ambar supaya lebih maju dan tangan kiriku menyibak CD yang dikenakan Ambar. Lidahku dengan mudah mendarat pada lubang vagina Ambar. Bagaikan menjilat es cream, aku semakin berani mengoyak vaginanya dengan lidahku.

“Aoowww.. Daannddyy.. Nikmat sekali sayaangg” desah Ambar.
“Dannddy.. Aku.. Keeluuarr.. Aaakhh” Ambar mendesah panjang dan bersamaan dengan rintihan tersbut, cairan hangat keluar dari lubang vaginanya. Dengan liarnya aku segera menjilati seluruh cairan yang meleleh, dan aku segera berdiri dari tempat dudukku semula.

Hanya dengan menyibak rok Ambar, aku membimibing tubuh Ambar untuk 1/2 menunduk. Tangannya menopang tubuhnya pada sandaran tempat duduk. Sedetik kemudian aku sudah mengeluarkan batang penisku, hanya aku buka resletingku, penisku sudah berdiri tegak keluar. Ambar hanya menunduk pasrah dengan apa yang akan aku lakukan. Tanganku segera melorotkan CD Ambar sampai sebatas lutut, aku segera menggesek-gesekan kepala penisku pada lubang Ambar.

“Uggh.. Danddy.. Gelii.. ” rintih Ambar.
“Sudah sayang.. Masukkan.. Aku nggak tahan.. Please” pinta Ambar.

Setelah berkata demikian, Ammbar segera menekan pinggulnya sehingga batang penisku mulai mengoyal bibir vaginanya.

“Aooaa.. Beesaarr seekali Danddy..” kata Ambar.

Hanya sekali tekan saja, seluruh batang kemaluanku sudah terbenam dalam lubang vaginanya, kedua tanganku menahan pinggul Ambar agar mengikuti iramaku.

Aku sengaja tidak menggerakkan keluar masuk penisku, akan tetapi aku menggoyang pinggulku. Gerakan berputar membuat Ambar menggerinjang hebat. Dengan santainya aku memainkan gejolak birahinya, sehingga beberapa saat kemudian tangan Amabr yang pertamnya menopang tubuhnya pada sandaran tempat duduk, sekarang berganti menekan pnatatku untuk tidak melepas kan penisku saat Amabar mencapai orgasem yang kedua.

“Dan.. Teruuss.. Jangann berhenti saayanng..” rintih Ambar.

Mendengar rintihan Ambar dan gelagat akan orgasemnya Ambar, aku segera menggoyang cepat pinggulku dan sesekali menekan dalam penisku pada lubang kewanitaanya.

“Amppunn.. Kkaamuu.. Memang.. Hheebbaatt..” rintih Ambar.

Beberapa saat kemudian.

“Danddyy.. Aakuu nggak tahann.. Oookkhh.. Teruss.. Sayang.. Danddyy..” Ambar merintih panjang saat aku merasakan cairan hangat membasahi batang kemaluanku dan jujur saja hal itu membuat birahiku mendekati pucaknya..

“Ccreekk.. Crekk.. Creekk.. ” suara batang kemaluanku keluar masuk pada lubang vaginanya yang sudah membanjir.

Tubuh Ambar tidak lagi menunduk, tubuh kamu berdiri berbelakangan. Tanganku menggapit perut Ambar dari belakang, pantat Ambar yang sexy menjorok kebelakang dan mendempet sepenuhnya dengan perutku. Tangan Ambar memainkan kedua belah payudaranya, posisi ini memudahkan aku untuk melakukan ‘tusukan-tusukan’ penisku yang lebih menthok dalam lubang vaginanya.

“Mbaak.. Aku.. Mau.. Keluar..” rintihku.
“Iyaa.. Danndydyy akuu jugaa maau laagii..” rintih Ambar.
“Mbaak.. Kita keluarr.. Barengg..” kataku.
“Iyaa.. Sayangg.. Oookkhh” Ambar semakin panjang rintihannya.

Gerakan kami semakin cepat dan tanpa sadar kami melakukannya di ruang tamu rumah Ambar. Batang kemaluanku semakin senut-senut menahan semburan spermaku yang sudah berada diujung penisku.

“Daanddydy.. Aku.. Kkeell.. Uuuaarr aakhh” rintih Ambbar.
“Iyaa.. Aaku juggaa Mbaakk.. ” rintihku panjang.
“Aakkhh.. ” kami berdua merintih panjang saat semburan spermaku dalam vagina Ambar.

“Crrutt.. Crut.. Crut.. Crutt.. ” entah berapa kali semburan spermaku muncrat dalam vagina Ambar. Dan disaat aku masih menikmati sisa-sisa kenikmatan making love tersebut, Ambar seketika merubah posisinya dan duduk. Wajahnya tepat di depan batang kemaluanku yang masih mengencang.

“Mmm.. ” bibirnya yang mungil segera melumat batang kemaluanku. Lidahnya menjilati sisa-sisa tetesan sperma yang keluar dari ujung penisku.

“AAkkh.. Mbaakk.. Nikmat sekali.. ” rintihku.

Batang kemaluanku ditelan habis oleh mulut Ammbar yang sensual, hal itu membuat aku semakin terbang saja dan sedikit demi sedikit penisku mulai melembek dan ‘tidur’ seperti semula.

“Ihh Dandy, punya kamu memang luar biasa. Apa yang selama ini hanya aku dengar dari teman-teman, sekarang aku sudah buktikan” puji Ambar.

Aku hanya menengadahkan wajahku ke atas langit-langit karena sambil memuji Ambar masih saja mengulum, mengocok dan menjilati penisku. Dentengan jam dinding berbunyi sepuluh kali, aku segera membenahi pakainku yang amburadul.

“Mbak sudah malam nih, aku mau balik dulu?” kataku.
“Muuacchh..” Ambar mengecup panisku dan kembali memasukkan penisku dalam CD, serta merapikan celanaku.

Ambar bangkit dari duduknya dan berhadapan dengan tubuhku, tangannya merangkul leherku.

“Dandy.. Ma kasih ya kamu telah memberikan kepuasan untukku” kata Ambar.
“Sama-sama Mbak.. ” kataku lirih.
“Kapan-kapan bisa kan kita ulangi lagi?” tanya Ambar.
“Bisa Mbak, atur aja waktunya” jawabku pasti.

Bersamaan dengan itu bibir Ambar melumat bibirku, 5 menit lamanya Amabr melumat bibirku. Setelah kecupan romantis tersebut, aku segera beranjak menuju mobil starletku. Sambil kembali memandang Ambar yang berdiri di depan pintu melambaikan tangannya, aku segera menekan gas mobilku untuk meninggalkan rumah wanita tersebut.

Malam itu benar-benar membuat aku tidak bisa melupakan dengan apa yang aku alami, Ambar seorang wanita yang anggun ternyata bisa takluk di atas ranjang oleh keperkasaanku.

*****

Itulah kisah nyataku bersama wanita yang bernama Ambar, dan untuk para pembaca situs ini berkenaan adanya untuk memberikan komentar, kritikan, saran atau masukan atas kisahku ini. Sebelum dan sesudahnya aku minta maaf jika bagi para pembaca yang mengirim email hanya ingin mengetahui identitas pasanganku, tidak dapat aku balas karena memang itu sudah menjadi komitmen aku untuk menjaga identitas mereka.

Dan tidak menutup kemungkinan jika ada ‘Ambar-Ambar’ yang lain untuk berkenalan dengan aku.
Diposkan oleh DHOFIR MAULUDDIN di 06:42 0 komentar
Label: Ngesek Dengan Ambar
Si Montok Tante Anna
Diawali dengan masuknya aku ke salah satu kampus yang kebetulan memang tempat cita-citaku sebagai ahli komputer. Pada tahun 1994, kepindahanku dari Jakarta Barat ke Bandung, tepatnya aku tinggal di daerah perumahan yang dulu pernah ditinggali kedua orang tuaku, dan sekarang aku tinggal bersama pembantu dan seorang anak kecil.

Beranjak dari kehidupanku yang jauh dari kedua orang tua dan aku baru saja memiliki motor untuk mendukungku berangkat ke kampus. Aku mulai terbiasa dengan kehidupan bertetangga dan aku sering dipanggil untuk membantu tetangga dekat yang kadang kuperhatikan sepertinya adalah seorang wanita beranak satu dan suaminya jarang di rumah. Usianya kira-kira 32 tahun, di sini namanya aku samarkan saja yaitu Anna. Aku memanggilnya Tante Anna.

Satu tahun sudah aku tinggal, di akhir tahun 1995 aku mulai merasakan gejolak nafsu yang amat sangat terhadap wanita. Pada suatu malam aku mulai merasa ingin sekali bermain/bertamu ke rumah tante Anna namun aku selalu tidak berani dan merasa takut kalau nanti suaminya akan datang dan aku akan dikomentari tidak baik.

Bulan itu adalah bulan Januari 1996, usiaku pada saat itu baru 19 tahun dan tepat pada bulan Januari tanggal 20 aku genap 20 tahun. Di sini aku mengkisahkan hal sangat nyata yang terjadi dalam diriku. Malam itu malam Jum’at, cuaca sangat tidak mendukung dan tiba-tiba hujan sangat deras dengan diikuti angin kencang.

Aku sangat sedih dengan kesendirianku, karena malam ini adalah malam kelahiranku. Aku duduk-duduk seorang diri sambil menghisap rokok kesukaanku, namun malam semakin tidak mendukung karena cuacanya. Aku berusaha mencari kesibukan dengan membaca-baca buku pelajaran, tiba-tiba aku dikejutkan dengan bunyi pagar samping yang khas, seorang wanita menghampiriku yang ternyata adalah tetangga sebelahku (Tante Anna).

“Ada apa tante?” aku mulai bertanya.
“Bob, (namaku) tolong dong pasangin lampu kamar saya di rumah,”

Ternyata lampu kamar tante Anna putus dan aku disuruh memasangkannya. Lalu aku mengikutinya dari belakang menuju rumahnya melalui pintu belakang. Di saat aku mengikutinya aku sempat terangsang dengan sentuhannya pada saat memasuki pintu belakang, karena ternyata dia tidak menggunakan bra dan aku sempat gemetar.

Sementara ini aku berkonsentrasi dengan permintaanya agar aku memasangkan lampu di dalam kamarnya. Setelah selesai kukerjakan, cepat-cepat aku keluar kamarnya dan berusaha tenang, kemudian aku diminta untuk duduk dulu minum kopi karena kopinya sudah disuguhkan. Aku duduk sambil melihat tayangan TV dan aku lihat anaknya yang baru satu sedang tidur pulas di depan TV. Kemudian tidak berapa lama baru anaknya dipindahkan ke kamar. Sekarang tinggal aku dan tante Anna berdua di ruangan tengah.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 dan aku minta izin untuk pulang namun aku dicegah, ia memintaku menemaninya ngobrol. Lama kelamaan aku mulai mengantuk dan dimintanya aku untuk rebahan dan diambilkannya bantal dan aku menurut saja. Ia bercerita bahwa tadi ada telepon dari temannya, katanya ia ditakut-takuti karena sekarang malam Jum’at ada hantu kalau sendirian di rumah.

Asyik juga lama-lama acara mengobrolnya hingga tanpa kusadari tante Anna mulai mendekatiku dan meletakkan kepalanya di paha sebelah kiriku, karena aku rebahan agak di belakang dari tante Anna. Perasaanku mulai tak karuan, jantungku berdebar sangat keras serta sekujur tubuhku dingin. Karena baru pertama kali ini aku diperlakukan seperti itu (aku masih perjaka). Tiba-tiba tangan tante Anna mulai bergerak menuju selangkanganku, dan meremasnya kemudian mengusapnya. Saat itu aku memakai celana pendek berbahan lemas.

“Hei, Bob!, ini kamu kok bangun?” tanya tante Anna.

Saat itu aku sangat malu dan tidak bisa berkata-kata lagi. Kemudian Tante mematikan lampu dan memintaku pindah ke kamarnya dengan menarikku ke atas tempat tidur. Pikiranku sangat kacau dan sangat gugup saat tiba-tiba aku dipeluk dan ditindih kemudian diciumi. Hingga pada saat bibirku dikulumnya aku mulai panas dan terangsang amat sangat.

Lama aku dibuatnya terlena dalam kemelut yang dibuatnya. Hingga tante itu mulai menuruni lekuk tubuhku sampai pada selangkanganku dan membuka celanaku. Sesaat kemudian seluruh pakaianku sudah terlepas dan apa yang terjadi ternyata penisku dimasukkan ke mulutnya. Aku merasa sangat tegang dan memang baru pertama kali aku mengalami hal seperti ini. Dengan lembut dan penuh penghayatan, penisku dipegangnya, kadang dijilatnya kadang dihisapnya namun juga kadang digigitnya hingga sampai pada buah zakarku juga di kulumnya.

“Bob, jangan keluar dulu ya?” ujarnya dengan mulutnya yang tertutup oleh penisku.
“Akh.. Mmnyamm”

Aku sudah dapat membaca bahwa tante sangat haus akan sex. Seperti orang yang lama tidak bersetubuh hingga dengan ganasnya aku mulai ditindihnya dan aku mulai merespons. Dengan naluri rangsangan, aku dorong Tante Anna kemudian aku buka pakaiannya secara perlahan sambil menciuminya, kemudian kulumat teteknya yang tidak begitu besar namun masih kencang. Aku hisap dan kumain-mainkan lidahku di sekitar puting susunya, Tante Anna mulai terangsang sambil menggeliat-geliat dan menekan kepalaku agar aku lebih keras lagi menghisapnya.

Lama aku bermain di sekitar payudaranya sampai akhirnya aku disuruh menjilat bagian yang sensitif di antara selangkangannya. Aku mulai sedikit mengerti. Dengan dibantu tangannya, aku mengerti yang mana yang harus aku jilat dan kulumat. Hingga pada akhirnya aku ditariknya kembali ke atas sampai aku menindihnya dan dadaku menekan toketnya yang semakin agak keras. Lalu aku didorong ke sampingnya dan aku mulai ditindihnya kembali namun sekarang tante Anna memegang penisku yang semakin keras kemudian dengan perlahan tante Anna membimbingnya memasuki liang kenikmatannya.

Posisi tante Anna berada di atas seperti orang naik kuda, menggoyang-goyangkan pinggulnya dan kadang menaik turunkan bokongnya. Lama sekali dia bertahan pada posisi itu, hingga akhirnya Tante menjerit kecil menahan sesuatu namun sambil mencengkeram bahuku..

“Akhh, Bob, saaya keluar nih, ahh.. Ahh.. Ohh.. Bob kamu belum keluar ya?”

Kemudian aku membalikkan tubuhnya dan sekarang aku ganti berada di atasnya dengan penisku masih menancap di liang kenikmatan itu. Aku mulai menyerang, dan sekarang aku mengeluarmasukkan penisku. Lalu aku mengambil posisi duduk di antara selangkangannya sambil mengocoknya. Suara yang keluar dari mulut Tante Anna membuatku sangat terangsang.

“Bob, yang keras dong, lebih cepat kamu kocoknya,” kata tante sambil memegang kedua tanganku. Aku merasa belum akan sampai, tapi tiba-tiba tante Anna mulai menggeliat-geliat sangat kasar hingga aku dipeluknya.
“Bob, ah.. Saya mau keluar lagii. Bob.. Ahh.. Ohh Bob”

Lalu aku disuruhnya mencabut penisku dan tante Anna keluar menuju kamar mandi. Tidak berapa lama dia kembali dan membawa kain basah lalu mengusapkannya di penisku yang mulai lengket. Kemudian, tante Anna mulai menaiki tubuhku kembali dan memasukkan penisku ke vaginanya yang ternyata sudah kering. Ia memulai dengan gerakan lambat dengan menggoyangkan pinggulnya maju mundur dan aku kemudian diminta berposisi di atas.

Sekarang aku yang mencoba memasukkan penisku ke dalam vaginanya dan mulai bereaksi namun sangat seret dan terasa penisku dijepitnya. Aku mencoba memasukkannya lebih dalam dan menekan penisku agar lebih masuk kemudian aku mencoba dengan perlahan kugerakkan maju mundur diiringi goyangan pinggul Tante Anna, sesekali kedua pahanya mengapit rapat. Lama aku mulai merasakan terangsang. Dengan mengulum toketnya aku mulai bereaksi dan aku mulai merasa ingin keluar. Akhirnya aku keluar dengan diiringi jeritan kecil tante Anna yang ternyata juga keluar bersamaan sampai aku tak bisa menahan diri. Kemudian aku langsung dipeluknya erat-erat dan tidak boleh mencabut penisku sampai aku tertidur.

Terdengar suara samar-samar dari kejauhan, orang sudah ramai di luar seperti tukang roti dan lainnya. Aku terbangun dan kulihat tak ada seorangpun di sampingku dengan pintu kamar masih tertutup rapat dan hordeng jendela masih tertutup. Aku sempat kaget dan kulihat diriku dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menempel di kulitku. Aku berusaha mencari pakaianku yang tadi malam dilempar ke sisi spring bed Tante Anna. Tak berapa lama kemudian Tante Anna membuka pintu dan masuk kembali ke kamar.

“Bobby! Kamu sudah bangun?”
“Ya..” jawabku sambil melihat seluruh tubuh Tante Anna yang ternyata baru selesai mandi dengan hanya menggunakan handuk.

Handuk itu hanya menutupi sebatas toketnya dan pangkal pahanya yang putih merangsang. Lalu aku duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangi pemandangan yang indah itu. Tiba-tiba saja penisku yang sudah loyo bangun kembali, namun kuurungkan niatku untuk bermain di pagi hari. Dengan cepat aku keluar dari kamar menuju kamar mandi.

Selesai dari kamar mandi aku masuk kembali ke kamar tidur untuk minta handuk, tapi ternyata yang kulihat di dalam kamar, Tante Anna belum juga berpakaian sementara handuk yang melekat di tubuhnya sudah tidak ada. Aku pandangi terus tubuh tanpa busana itu, lalu aku mendekatinya dan sempat kucium bahunya, namun dengan gerakan yang cepat sekali aku didorongnya ke atas tempat tidur oleh tante Anna dan tanpa basa basi lagi dikulumnya lagi penisku hingga basah oleh liurnya.

Pagi ini ternyata aku sudah mulai on kembali oleh kuluman, hisapan, dan belaian tante Anna pada penisku. Lalu aku dimintanya berdiri dan melumat toketnya yang sudah agak mengeras pada putingnya yang berwarna agak kemerahan. Kujilat, kuhisap kadang kuremas pada toket yang satunya. Kembali aku didorong dan ditindihnya lalu.. Bless.. Slepp.. Ternyata penisku sudah digiringnya masuk kembali ke liang kenikmatannya. Dengan agresif dan penuh nafsu, digoyangkannya maju mundur pantat Tante Anna hingga aku pun mengiringinya dari bawah, sambil kuremas-remas kedua toketnya dengan kedua tanganku.

“Ah.. Aah.. Ahh.. Ohh, Booby saya puaas ssekalii. Bob, saya mau.. Keeluaar.. Ahhohh..”

Lalu Tante Anna mencabut penisku dari memeknya dan membersihkannya dengan kain di sekitar, kemudian aku dengan ganasnya memasukkan kembali senjataku lalu kugoyang-goyangkan lalu kutekan kembali hingga Tante Anna menjerit kecil..

“Aahh.. Oohh, Bobb.. Mentok nih? Terus bob tekan punya kamu, oh Bob!”

Lama sekali aku memainkan Tante Anna, kemudian aku mencoba kembali dengan posisi Doggy Style. Tante Anna sambil membungkukkan badannya di atas kasur kucoba untuk memasukkan penisku dan Blees.. Slepp..

“Ahh, Bobb.. Terus Bob, Masukin sampai dalam, oh Bobb.. Yang kasar Bob”

Lalu dengan cepat aku memaju mundurkan pantatku hingga aku sudah tidak tahan lagi. Dan kemudian aku sudah sampai pada dimana kenikmatan itu terasa sampai ujung rambut. Dan cairan yang kukeluarkan tidak kubuang keluar.

Setelah selesai, aku mulai merasa letih dan sangat lapar. Aku mencoba beristirahat sebentar, kutatap langit-langit yang ada di kamar itu. Kuatur nafasku perlahan dan kupeluk kembali Tante Anna, kuusap-usap toketnya lalu aku mencoba menghisap-hisap pelan hingga sampai kumain-mainkan dengan tanganku.

“Bob, udah ah, nanti lagi”.

Lalu aku lepaskan tanganku dan aku langsung bangun menuju kamar mandi. Pukul 07.15 aku sudah rapi, lalu aku minta izin untuk pulang. Setelah itu aku mulai dengan pekerjaanku di rumah. Di dalam rumah aku sempat berfikir tentang apa yang telah terjadi semalam dengan Tante Anna.

Malam pun tiba, aku seperti biasa ada di rumah sambil menyaksikan tontonan TV. Tiba-tiba pintu samping ada yang mengetuk dan kubuka, ternyata Tante Anna membawa makanan buatku. Dengan senyumnya aku ditawari makan lalu aku diciumnya, namun tangan tante Anna kembali menggerayangi penisku. Aku terangsang tapi niatku untuk bersetubuh lagi dengannya tertunda karena aku ada janji dengan teman.
Selengkapnya...

Guruku Yang Menawan

2 komentar

Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.
Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.

Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.

Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.
Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, “Selamat pagi Paa..aak”, dan dia membalas sembari tersenyum.

“Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley”.
Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”.
Aku dan teman-teman mengajak, “Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol”, dia setuju.
“OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan”!
Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain, “Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”.
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
“Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak”.
Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”.
Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.

“Sorry, ya Pak”.
Dia menjawab, “That’s OK”. Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.
Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.

“Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?”.
Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”.
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”.
Dia tersenyum, “Saya kost di sini. Sendirian.”
Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”.
Aku jawab, “Lumayan, Pak”.

Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”.
Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”.

Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.

Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”.
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, “Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”.
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.
Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”.

Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”.
Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”.
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, “Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.

Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”.
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, “Betul kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.

Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et”. Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah”, aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh”.

Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”.
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.

“Boleh saya seperti ini, Et?”.
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, “Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.

Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, “Hah, hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.
Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”.
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”.

Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.
Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, “Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”.
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.
Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.

Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.
Selengkapnya...

Mantan Kekasih Aku yang Hot

1 komentar

Cerita Panas.Aku punya teman SMU dulu. Hubungan kami sangat baik, karena kami sama-sama aktif di OSIS. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan ke Australia, sedangkan aku, karena keadaan ekonomi yang pas-pasan, puas menamatkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah. Setelah lulus, aku bekerja di Jakarta. Entah suatu kebetulan atau bukan, saat bekerja di salah satu perusahaan swasta, aku bertemu kembali dengan Anna, yang bekerja di perusahaan rekanan perusahaan kami. Kami bertemu waktu ada penandatanganan kerjasama antara perusahaannya dengan perusahaan tempatku bekerja. Kami pun kembali akrab setelah tidak bertemu sepuluh tahun. Ia masih tetap cantik seperti dulu. Dari ceritanya, aku dapatkan informasi bahwa ia memperoleh master di bidang marketing. Selain itu, sama sepertiku, ia telah tiga tahun menikah, suaminya orang Jawa Timur, tetapi mereka belum dikaruniai anak; sedangkan aku ketika itu masih lajang. Usai kerja, kami suka pulang bareng, sebab rumahnya searah denganku. Kadang-kadang jika ia dijemput suaminya, aku ikut numpang mobil mereka.

Aku tak pernah terpikir kalau temanku Anna memiliki suatu rahasia yang suaminya sendiri pun tak pernah tahu. Suatu ketik – kuingat waktu itu hari kamis – aku ikut pulang di mobil mereka, kudengar Anna berkata pada suaminya,

“Pa, lusa aku ulang tahun yang ke-28, kan? Aku akan minta hadiah istimewa darimu. Boleh kan?”

Sambil menyetir, suaminya menjawab, “Ok, hadiah apa rupanya yang kau minta, sayang?”

“Hmmm, akan kusebutkan nanti malam waktu kita ….” sambil tersenyum dan mengerlingkan mata penuh arti.

Suaminya bergumam, “Beginilah istriku. Kalau ada maunya, harus dituruti. Kalau tidak kesampaian, bisa pecah perang Irak.” Kemudian tak berapa lama, ia melanjutkan, “Gimana Gus, waktu SMU dulu, apa gitu juga gayanya?”


Kujawab, “Yah, begitulah dia. Waktu jadi aku ketua dan dia sekretaris OSIS, dia terus yang berkuasa, walaupun program kerja aku yang nyusun.”

“Idiiiih, jahat lu Gus, buka kartu!” teriak Anna sambil mencubit lenganku pelan.

Suaminya dan aku tertawa. Sambil kuraba bekas cubitannya yang agak pedas, tetapi memiliki nuansa romantis, kubayangkan betapa bahagianya suaminya beristrikan Anna yang cantik, pintar dan pandai bergaul.

Aku kemudian turun di jalan depan kompleks perumahan mereka dan melanjutkan naik angkot ke arah rumahku yang letaknya tinggal 3 km lagi.

Aku sudah lupa akan percakapan di mobil mereka itu, ketika malam minggu, aku cuma duduk-duduk di rumah sambil menonton acara televisi yang tidak menarik, tiba-tiba kudengar dering telepon.

“Gus, kau ada acara? Anna dan aku sedang merayakan ulang tahunnya. Datanglah ke rumah kami. Dia sudah marah-marah, sebab baru tadi aku bilang mau undang kau makan bersama kami. Ok, jangan lama-lama ya?” suara Dicky, suami Anna terdengar.

“Wah, kebetulan Mas, aku sedang bete nich di rumah. Aku datang sekitar 20 menit lagi ya?” jawabku.

“Baiklah, kami tunggu,” katanya sambil meletakkan gagang telepon.

Aku bersiap-siap mengenakan baju hem yang agak pantas, kupikir tak enak juga hanya pakai kaos. Sepeda motor kukeluarkan dan segera menuju rumah Dicky dan Anna.

Setibanya di sana, kuketuk pintu. Anna membuka pintu. Kulihat gaunnya begitu indah membalut tubuhnya. Potongan gaunnya di bagian dada agak rendah, sehingga menampakkan belahan payudaranya yang sejak SMU dulu kukagumi, sebab pernah kulihat keindahannya tanpa sengaja waktu ia berganti baju saat olah raga dulu. Kusalami dia sambil berkata, “Selamat ulang tahun, ya An! Panjang umur, murah rejeki, cepat dapat momongan, rukun terus dalam rumah tangga”

Tanpa kuduga, tanganku disambut dengan hangatnya sambil diberikannya pipinya mencium pipiku. Yang lebih tak terduga, pinggiran bibirnya – entah disengaja atau tidak – menyentuh tepi bibirku juga. “Trims ya Gus,” katanya. Aku masuk dan mendapati Dicky sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi.

Dicky dan Anna mengajakku makan malam bersama. Cukup mewah makan malam tersebut, sebab kulihat makanan restoran yang dipesan mereka. Ditambah makanan penutup berupa puding dan beragam buah-buahan membuatku amat kenyang. Usai makan buah-buahan, Dicky ke ruang bar mini dekat kamar tidur mereka dan mengambil sebotol champagne. “Wah, apa lagi nich?” tanyaku dalam hati.

“Ayo Gus, kita bersulang demi Anna yang kita cintai,” kata suaminya, sambil memberikan gelas kepadaku dan menuangkan minuman keras tersebut. Kami bertiga minum sambil bercerita dan tertawa. Usai makan, kami berdua kembali ke ruang tamu, sedangkan Anna membereskan meja makan.

Dicky dan aku asyik menonton acara televisi, ketika kulihat dengan ekor mataku, Anna mendatangi kami berdua. “Mas, ganti acaranya dong, aku mau nonton film aja! Bosen acara TV gitu-gitu terus,” rajuknya kepada suaminya.

Dicky menuju bufet tempat kepingan audio video dan sambil berkata padaku, ia mengganti acara televisi dengan film, “Nah, gitulah istriku tersayang, Gus. Kalau lagi ada maunya, jangan sampai tidak dituruti.”

Kami tertawa sambil duduk bertiga. Aku agak kaget waktu menyaksikan, ternyata film yang diputar Dicky adalah film dewasa alias blue film. “Pernah nonton film begini, Gus? Jangan bohong, pria seperti kita jaman SMP saja sudah baca Playboy dulu, bukan?”

“He .. he .. he .. nonton sich jangan ditanya lagi, Mas. Udah sering. Prakteknya yang belum,” tukasku sambil meringis. Agak risih juga nonton bertiga Anna dan suaminya, sebab biasanya aku nonton sendirian atau bersama-sama teman pria.

“Anna kemarin minta kita nonton BF bertiga. Katanya demi persahabatan,” ujar suaminya.

“Ya Gus, bosen sich, cuma nonton berdua. Sekali-sekali variasi, boleh kan?” kata Anna menyambung ucapan suaminya dan duduk semakin rapat ke suaminya.

Kami bertiga nonton adegan film. Mula-mula seorang perempuan Asia main dengan pria bule. Lalu pria Asia dengan seorang perempuan Amerika Latin dan seorang perempuan bule. Wah, luar biasa, batinku sambil melirik Anna yang mulai duduk gelisah. Kulihat suami Anna sesekali mencium bibir Anna dan tangannya yang semula memeluk bahu Anna, mulai turun meraba-raba tepi payudara Anna dari luar bajunya. Cerita ketiga semakin panas, sebab pemainnya adalah seorang perempuan Asia yang cantik dan bertubuh indah dan dua orang pria, yang satu Amerika Latin dan yang satunya lagi bule. Si perempuan diciumi bibir lalu payudaranya oleh si pria bule, sedang si pria Amerika Latin membuka perlahan-lahan rok dan celana dalam si perempuan sambil menciumi lutut dan pahanya. Kedua pria tersebut menelentangkan si perempuan di sofa, yang satu menciumi dan meremas payudaranya, sedang yang lain menciumi celah-celah paha. Adegan itu dilakukan secara bergantian dan akhirnya si pria bule menempatkan penisnya ke klitoris si perempuan hingga si perempuan merintih-rintih. Rintihannya makin menjadi-jadi sewaktu penis tersebut mulai memasuki vaginanya; di bagian atas, payudaranya diremas dan diciumi serta disedot si pria Amerika Latin. Si perempuan kemudian memegang pinggang si pria Amerika Latin dan mencari penisnya untuk diciumi dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Si pria memberikan penisnya sambil terus meremas payudara si perempuan. Begitulah, penis yang satu masuk keluar vaginanya, sedang penis yang lain masuk keluar mulutnya.

Aku merasakan penisku menegang di balik celana dan sesekali kuperbaiki dudukku sebab agak malu juga pada Anna yang melirik ke arah risleting celanaku. Aku merasa horny, tetapi apa daya, aku hanya penonton, sedangkan Anna dan Dicky, entah apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Kukerling Dicky dan Anna yang sudah terpengaruh oleh film tersebut. Gaun Anna semakin turun dan payudaranya sudah semakin tampak. Benar-benar indah payudaranya, apalagi saat kulihat yang sebelah kiri dengan putingnya yang hitam kecoklatan, sudah menyembul keluar akibat jamahan tangan suaminya. Desahan Anna bercampur dengan suara si perempuan Asia di film yang kami saksikan. Mereka berdua tampak tidak peduli lagi dengan kehadiranku. Aku lama-lama segan juga, tetapi mau pamit kayaknya tidak etis. Kuluman bibir Dicky semakin turun ke leher Anna dan berlabuh di dada sebelah kiri. Bibirnya melumat puting sebelah kiri sambil tangan kanannya meremas-remas payudara kanan Anna. Gaun Anna hampir terbuka lebar di bagian dada.

Tiba-tiba Anna bangkit berdiri dan menuju dapur. Ia kemudian keluar dan membawa nampan berisi tiga gelas red wine. Ia sodorkan kepada kami berdua dan kembali ke dapur mengembalikan nampan.

Aku dan suaminya minum red wine ketika kurasakan dari arah belakangku Anna menunduk dan mencium bibirku tiba-tiba, “Mmmmfff, ahhh, An, jangan!” kataku sambil menolakkan wajahnya dengan memegang kedua pipinya.

Anna justru semakin merapatkan wajah dan tubuhnya dari arah atas tubuhku. Lidahnya masuk dengan lincahnya ke dalam mulutku sedangkan bibirnya menutup rapat bibirku, payudaranya kurasakan menekan belakang kepalaku. Aku masih mencoba melawan dan merasa malu diperlakukan demikian di depan suaminya. Rasa segan bercampur nafsu yang menggelora membuat wajahku semakin memanas, terlebih atas permainan bibir dan lidah Anna serta payudara yang ditekankan semakin kuat.

Kudengar suara suaminya, “Tak usah malu, Gus. Nikmati saja. Ini bagian dari permintaan spesial Anna kemarin. Kali ini ia tidak minta kado yang lain, tapi kehadiranmu.”

Aku berhasil melepaskan diri dari serangan Anna dan sambil terengah-engah kukatakan, “An, tolong … jangan perlakukan aku seperti tadi. Aku malu. Dicky, aku minta maaf, aku mau pulang saja.” Aku bergegas menuju pintu. Tapi tiba-tiba Anna menyusulku sambil memeluk pinggangku dari belakang. Sambil menangis ia berkata, “Gus, maafkan aku. Aku tidak mau kau pulang sekarang. Ayolah, kembali bersama kami.” Ia menarik tanganku duduk kembali.

Aku terduduk sambil menatap lantai, tak berani melihat wajah mereka berdua. Di seberangku, Dicky dan Anna duduk berjejer. Dicky berkata,

“Gus, tolonglah kami. Ini permintaan khusus Anna. Sebagai sahabat lamanya, kuharap kau tidak keberatan. Sekali lagi aku minta maaf. Kami sudah konsultasi dan berobat ke dokter agar Anna hamil. Ternyata bibitku tidak mampu membuahinya. Padahal kami saling mencintai, aku amat mencintainya, dia juga begitu terhadapku. Kami tidak mau cerai hanya oleh karena aku tidak bisa menghamilinya. Kami tidak mau mengangkat anak. Setelah kami bicara hati ke hati, kami sepakat meminta bantuanmu agar ia dapat hamil. Kami mau agar anak yang ada di dalam rumah tangga kami berasal dari rahimnya, walaupun bukan dari bibitku. Aku senang jika kau mau menolong kami.”

Aku tidak menjawab. Kucoba menatap mereka bergantian.

Kemudian Anna menambahkan kalimat suaminya, “Aku tahu ini berat buatmu. Jika aku bisa hamil olehmu, anak itu akan menjadi anak kami. Kami minta kerelaanmu,Gus. Demi persahabatan kita. Please!” katanya memohon dengan wajah mengiba dan kulihat airmatanya menetes di pipinya.

“Tapi, bagaimana dengan perasaan suamimu, An? Kau tidak apa-apa Dick?” tanyaku sambil menatap wajah mereka bergantian.

Keduanya menggelengkan kepala dan hampir serempak menjawab, “Tidak apa-apa.”

“Aku pernah cerita pada suamiku, bahwa dulu kau pernah punya hati padaku, tapi kutolak karena tidak mau diganggu urusan cinta,” papar Anna lagi.

“Ya Gus, Anna sudah ceritakan persahabatan kalian dulu. Aku dengar darinya, kau bukan orang yang suka jajan dan sejak dulu kau tidak nakal terhadap perempuan. Kami yakin kau bersih, tidak punya penyakit kelamin. Makanya kami sepakat menentukan dirimu sebagai ayah dari anak kami,” tambah suaminya. “Bagaimana Gus, kau setuju? Kau rela? Tolonglah kami ya!” pintanya mengiba.

Aku tidak menjawab. Hatiku tergetar. Tak menduga ada permintaan gila semacam ini dari sepasang suami istri yang salah satunya adalah sahabatku dulu. Namun di hati kecilku timbul keinginan untuk menolong mereka, meskipun di sisi lain hatiku, merasakan getar-getar cinta lama yang pernah timbul terhadap Anna.

“Gus, kau mau kan?” tanya Anna sambil berjalan ke arahku.

“Baiklah, asal kalian tidak menyesal dan jangan salahkan jika aku jadi benar-benar suka pada Anna nanti,” jawabku tanpa berani menatap muka mereka.

“Tak apa, Gus. Aku tak keberatan berbagi Anna denganmu. Aku tahu kau dulu tulus mencintai dia, pasti kau takkan menyakiti dia. Sama seperti aku, tak berniat menyakiti dirinya,” kata Dicky lagi.

Anna lalu duduk di lengan kursi yang kududuki sambil memegang daguku dan menengadahkan wajahku hingga wajah kami bersentuhan dan dengan lembut ia mencium kedua kelopak mataku, turun ke hidung, pipi dan akhirnya bibirku ia kecup lembut. Berbeda dengan ciumannya tadi, aku merasakan kenyamanan yang luar biasa, sehingga kubalas lembut ciumannya. Aku hanyut dalam ciuman yang memabukkan. Sekelebat kulihat Dicky mengamati kami sambil mengelus-elus risleting celananya.

Anna mengajakku duduk ke sofa panjang, tempat Dicky berada. Kini ia diapit olehku dan suaminya di sebelah kanannya. Kami berdua terus berciuman. Adegan di video kulirik sekilas, suasana semakin panas sebab si perempuan Asia sudah disetubuhi oleh dua pria sekaligus, yang satu berada di bawah tubuhnya dengan penis menancap dalam vaginanya, sedangkan penis yang satu lagi memasuki analnya. Kedua penis tersebut masuk keluar secara berirama menambah keras rintihan dan jeritan nikmat si perempuan. Kami bertiga terpengaruh oleh tayangan demikian, sambil melihat film tersebut, aku terus menciumi wajah, bibir dan leher Anna, sementara suaminya sudah membuka gaun Anna, turun hingga sebatas pinggulnya hingga terpampanglah kini kedua payudaranya yang sintal.

Desahan Anna semakin liar ketika lidahku menggelitiki lehernya yang jenjang dan suaminya berganti memagut bibirnya. Bibir dan lidahku semakin turun menuju celah-celah payudaranya. Tangan kiriku meremas payudara kanannya sambil bibirku melumat puting payudara kirinya. Ia mengerang semakin kuat, ketika tangan kiriku turun ke pinggulnya dan mengelus-elus pinggul dan pinggangnya. Ciumanku semakin turun ke perutnya dan berhenti di pusarnya. Lama menciumi dan menggelitiki pusarnya, membuatnya makin menggeliat tak menentu. Suaminya kulihat berdiri dan membuka seluruh pakaiannya. Dicky kini dalam keadaan bugil dan memberikan penisnya untuk digelomoh Anna. Dengan bernafsu, Anna mencium kepala penis suaminya, batangnya dan akhirnya memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Tangan kanannya memegang batang penis suaminya sambil bibir dan lidahnya terus melakukan aksinya. Kulihat penis suaminya agak panjang, lebih panjang dari punyaku, maklum suaminya lebih tinggi daripada aku, cocoklah Anna mendapat suami tinggi sebab tingginya 167 Cm, sama denganku.

Sambil terus memesrai penis suaminya, Anna mengangkat sedikit pantat dan pinggulnya seakan-akan memberikan kesempatan buatku melepaskan gaunnya sama sekali. Secara alamiah, kedua tanganku bergerak menurunkan gaunnya hingga ke lantai, sehingga tubuh Anna hanya tinggal ditutupi selembar kain segitiga di bagian bawahnya. Tangan kiri Anna bergerak cepat melepaskan celana dalamnya. Kini ia benar-benar telanjang, sama seperti suaminya. Anna duduk kembali sambil menelan penis suaminya, hingga pangkalnya. Ia sudah benar-benar dalam keadaan puncak birahi.

Aku mengambil posisi berlutut di celah-celah paha Anna. Kuamati sela-sela paha Anna. Vaginanya dihiasi rambut yang tipis, tapi teratur. Agaknya ia rajin merawat vaginanya, sebab rambut itu dicukur pada bagian labia, sehingga memperlihatkan belahan yang indah dengan klitoris yang tak kalah menariknya. Kuarahkan jari-jariku memegang klitorisnya. “Auuwww, aaahhh, enak Gus … terusin dong ….” Desisnya sambil menggeliatkan pinggulnya dengan indah.

Aku tidak menjawab, tetapi malah mendekatkan wajahku ke pahanya dan lidahku kujulurkan ke klitorisnya. “Ooooohhhh, nikmatnyaaaaa …..” desahnya sambil mempercepat gerakan mulutnya terhadap penis Dicky.

Kuciumi klitorisnya sambil sesekali melakuan gerakan menyedot. Klitorisnya sudah tegang sebesar biji kacang hijau. Indah sekali bentuknya, apalagi ketika kukuakkan labianya bagian atas klitorisnya. Kedua labianya kupegang dengan kedua tanganku dan kubuka lebar-lebar lalu dengan lembut kujulurkan lidahku menusuk ke dalam vaginanya. “Aaaaaahhhhhh …. Gusssss …. kau pintar banget!” rintihannya semakin meninggi. Aku melakukan gerakan mencium, menjilat, menusuk, menyedot secara bergantian, bahkan tak urung kuisap klitoris dan kedua labianya secara bergantian, hingga erangan dan rintihannya semakin keras. Cairan vaginanya mengalir semakin banyak. Kusedot dan kumasukkan ke dalam mulutku. Gurih rasanya. Kedua tangannya kini memegang belakang kepalaku dan menekankannya kuat-kuat ke pahanya sambil menggeliat-geliat seksi. Semakin lama gerakannya semakin kuat dan dengan suatu hentakan dahsyat, ia menekan dalam-dalam vaginanya ke wajahku. Agaknya ia sudah orgasme. Kurasakan aliran air menyembur dari dalam vaginanya. Rupa-rupanya cairan vaginanya bercampur dengan air seninya. Anehnya, aku tidak merasa jijik, bahkan kuisap seluruhnya dengan buas. Ia menolakkan kepalaku, mungkin merasa jengah karena kuisap seluruh cairannya, tanpa mau menyisakan sedikit pun. Aku tidak mengikuti perlakuannya, tapi terus menekan wajahku menjilati seluruh cairannya yang menetes dan mengalir ke pahanya.

Aku masih bersimpuh di celah-celah paha Anna, ketika ia mendekatkan wajahnya mencium bibirku. “Makasih ya Gus, kamu pintar banget bikin aku puas!”

Kulihat Dicky terpengaruh atas orgasme istrinya, ia berdiri dan berkata, “Ayo sayang, aku belum dapet nih!”

“Aaahh, aku masih capek, tapi ya dech. Aku di bawah ya,” sambutnya sambil menelentangkan tubuh di sofa panjang tersebut. Suaminya mengambil posisi di sela-sela paha Anna dan menggesek-gesekkan penisnya ke klitoris Anna. Anna kembali naik birahi atas perlakuan Dicky. Makin lama Dicky memasukkan penisnya semakin dalam ke dalam vagina Anna. Anna membalas dengan membuka lebar-lebar pahanya. Kedua kakinya dipentang dan dipegang oleh kedua tangan suaminya. Anna lalu mengisyaratkan aku mendekatinya. Aku jalan mendekati wajahnya. Ia lalu membuka celana panjangku hingga melorot ke lantai. Celana dalamku pun dibukainya dengan ganas dan kedua tangannya memegang penisku. Sambil menyentuh penisku, perlahan-lahan ia dekatkan wajahnya ke arah pahaku dan menjilat kepala penisku. “Ahhh, ssshhh, Ann …. Nikmatnyaaaa,” desahku sambil membuka bajuku. Kini kami bertiga benar-benar seperti bayi, telanjang bulat. Anehnya, aku tidak merasa malu seperti mula-mula. Adegan yang hanya kulihat dulu di blue film, kini benar-benar kualami dan kupraktekkan sendiri. Gila! Tapi akal sehatku sudah dikalahkan. Entah oleh rasa suka pada Anna atau karena hasrat liarku yang terpendam selama ini.

Anna semakin liar bergerak menikmati tusukan penis suaminya sambil melumat penisku. Kedua tanganku tidak mau tinggal diam dan meremas-remas kedua payudara Anna dengan putingnya yang semakin mencuat bagaikan stupa candi.

Hunjaman penis suaminya kulihat semakin hebat sebab Anna semakin kuat menciumi dan menjilati bahkan menelan penisku hingga masuk seluruhnya ke dalam mulutnya. Kurasakan kepala penisku menekan ujung tenggorokannya, tapi Anna tidak peduli, air ludahnya menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah menelan penisku. Bahkan ketika seluruh penisku ia telan, lidahnya mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari. Kini desahan dan erangan kami bertiga sudah melampaui adegan di film yang sudah tak kami hiraukan lagi. Sekilas sempat kulihat adegan di video memperlihatkan pergantian adegan dari adegan si perempuan Asia berjongkok di atas pinggang si pria Amerika Latin memasuk-keluarkan penisnya sambil menggelomoh penis si pria bule. Kemudian si pria bule menempatkan diri di belakang si perempuan dan memasukkan penisnya ke dalam anal si perempuan sambil kedua tangannya meremas payudara si perempuan. Dari bahwa, si pria Amerika Latin menciumi bibir si perempuan. Rintihan si perempuan bertambah kuat sewaktu kedua pria tersebut mengeroyok vagina dan analnya dengan hebat. Erangannya berganti dengan jeritan nikmat ketika kedua pria itu semakin kuat menghentakkan penis mereka dalam-dalam. Terpengaruh oleh adegan tersebut, Dicky menancapkan penisnya sedalam-dalamnya ke vagina istrinya. Tangan kiri Anna mengelus-elus klitorisnya sendiri dengan kencang, sedang penis suaminya masuk keluar semakin cepat. Penisku disedot kuat-kuat oleh Anna dan gigitan gemasnya kurasakan pada batang penisku. Remasanku makin kuat di payudara Anna sambil sesekali kuciumi bibirnya.

“Ahhh, aku hampir sampai, An … Aaahhh vaginamu enak benar!” rintih Dicky.

“Sabar sayang, aku juga hampir dapat. Sama-sama ya? Oooohhhh, akkhhh … enak benar tusukan ******mu. Ayo sayang, yang dalam ….. aaauhhggghhhhh …. Ooouukhhhhh,” rintih Anna semakin tinggi hingga tiba-tiba ia menjerit.

Jeritan Anna membahana memenuhi ruangan bagaikan raungan serigala, ketika dengan hebatnya penis suaminya menghunjam dengan cepat dan berhenti saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit pinggul suaminya sedang mulutnya menelan penisku hingga ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya. Kuperhatikan tubuh Anna yang indah bergetar-getar beberapa saat, apalagi di bagian pahanya.

Suaminya menghempaskan tubuh di atas tubuh Anna, sementara kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya. Aku melepaskan diri dari Anna dan mengambil tempat duduk sambil mengamati mereka berpelukan sambil bertindihan.

Kulihat adegan film hampir habis. Berarti kami bertiga main satu setengah jam, sebab tayangan film tadi kulihat berdurasi dua jam, sedangkan waktu kami bercakap-cakap bertiga tadi, permainan film baru berlangsung setengah jam. “Luar biasa daya tahan Anna,” pikirku.

Kudengar Anna berkata dari balik himpitan tubuh suaminya, “Ntar giliranmu ya Gus. Kasihan kamu belum apa-apa, padahal aku dan suamiku sudah dapat!”

“Nggak apa-apa An. Santai aja. Aku kan cuma pelengkap penderita,” candaku.

“Jangan gitu dong say,” Anna menolakkan tubuh suaminya dan berdiri lalu mendekatiku. “Kamu kan orang penting, makanya kamu yang kami minta menemani saat istimewaku malam ini.” Ia cium bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke leherku.

“Mas, kita main di kamar aja yuk, biar lebih enak,” pinta Anna pada suaminya.

Suaminya hanya mengangguk dan mematikan video lalu bergerak mengikuti istrinya ke arah kamar mereka. Aku masih duduk. Anna berhenti melangkah dan mengajakku, “Ayo dong Gus, kita di kamar aja, di sini kurang leluasa.” Aku berdiri dan mengikuti mereka.

Kamar tidur mereka cukup luas, kira-kira 5 X 6 meter. Ranjang yang terletak di tepi salah satu sisi ruangan berukuran besar. Hawa sejuk AC menerpa ketika kami bertiga bagaikan anak-anak kecil, bertelanjang badan, beriringan masuk kamar.

Anna langsung merebahkan tubuhnya di tengah ranjang. Suaminya mengikuti sambil melabuhkan ciuman. Aku masih berdiri memandangi mereka, ketika tangan Anna mengisyaratkanku agar mendekati mereka. Aku mengikuti ajakannya dan duduk di sisi lain tubuhnya sambil mengelus-elus lengan dan perutnya. Tangan Anna menarik pergelangan tanganku agar mengelus dan meremas payudaranya. Tanganku mulai beroperasi di bagian dadanya dan memainkan putingnya yang kembali mengeras akibat sentuhan jari-jariku. Kupilin-pilin putingnya dengan lembut dan kudekatkan mukaku ke dadanya. Lidahku kujulurkan menjilati puting payudaranya. Lama kugelitik putingnya, setelah itu kumasukkan putingnya ke dalam mulutku sambil melakukan gerakan menyedot. Saking gemasnya, kusedot juga payudaranya yang tidak begitu besar, tetapi masih kenyal karena belum pernah menyusui bayi. “Ooogghh, ya, yahh, gitu Gus, enak tuch …. ” desisnya sambil menyambut ciuman suaminya. Kedua payudaranya kuremas sambil terus mengisap, memilin, menyedot putingnya dengan gerakan bervariasi, kadang-kadang lembut, kadang ganas, hingga Anna menggeliat-geliat dilanda birahi.

Kuteruskan penjelajahan bibirku ke arah perutnya dan turun ke rambut-rambut halus di atas celah pahanya yang putih. Kembali lidahku bermain di klitorisnya dan celah-celah vaginanya yang mulai basah lagi. Ludahku bercampur dengan cairan vaginanya yang harum. Ciumanku semakin buas turun ke celah-celah antara vagina dan analnya. Ketika mendekati analnya, lidahku kuruncingkan dan kugunakan mengait-ngait celah-celah analnya. “Owww, apa yang kau lakukan Gus? Koq enak banget sich?” jeritnya sambil menaikkan pinggulnya akibat perlakuan lidahku pada analnya. “Tenang sayang, nikmati saja,” kataku sambil menciumi analnya dengan bibirku dan menggunakan jari telunjuk kananku untuk memasuki analnya. “Sssshhh, aaahhhh, terusin Gus! Yahhhh enakkkkk,” desahnya.

Dicky sudah menciumi payudara Anna dalam posisi terbalik, di mana dadanya diberikan untuk diraba dan diciumi oleh istrinya juga. Mereka berdua mendesah, tetapi kupastikan yang paling dilanda hasrat menggelora adalah Anna, sebab bagian bawah tubuhnya kuciumi habis-habisan, hingga semakin becek vaginanya akibat bibir dan lidahku yang tak berhenti melakukan aksinya.

“Sudah, sudah Gus. Ayo, sekarang giliran kamu!” tangan Anna menarik rambutku perlahan agar menghentikan aksiku pada vagina dan analnya. Lalu ia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar sehingga menampakkan vaginanya yang merona merah jambu dengan sangat indahnya. Rambut-rambut halus di atas klitoris dan vaginanya memberikan nuansa romantis yang tak terlukiskan. Tubuh Anna benar-benar bagaikan pualam. Geliatnya begitu erotis, membuat pria manapun takkan mampu menguasai diri untuk tidak menyetubuhinya dalam keadaan begitu rupa. “Ayo sayang, jangan ragu-ragu membagikan cintamu padaku,” rayu Anna sambil terus menciumi dada suaminya yang ada di atas tubuhnya, sedang dadanya masih berada dalam kuluman Dicky, suaminya.

Aku berlutut di antara kedua pahanya dan penisku kutaruh pelan-pelan menyentuh klitorisnya. Ia menggelinjang-gelinjang antara geli dan nikmat. “Ooouggghh, jangan siksa aku dong, masukkan sayangggg!” erangnya.

Aku tidak mengikuti permintaannya, melainkan terus memainkan penisku menggesek klitorisnya hingga kurasakan semakin tegang ditekan oleh kepala penisku. Dengan tangan kananku, kupegang pangkal penisku dan kusentuhkan juga ke labia vaginanya bergantian, kiri dan kanan, lalu sesekali mengusap celah-celah vaginanya dengan kepala penis dari arah klitorisnya ke bawah. “Ssshhh, ooohhhh, enak banget sayang …. Ayo dong, aku nggak tahan nichhh …. Masukin ******mu Gussss ……” Anna memohon.

Tak tahan mendengar permintaannya, kujejalkan kepala penis ke celah-celah vaginanya, tapi tidak semuanya kumasukkan. Tangan kananku masih kupakai untuk menggerakkan penisku merangsek masuk dan menjelajahi dinding-dinding vaginanya, kanan dan kiri. Ia menaik-turunkan pinggulnya menyambut masuknya penisku. “Ohhhh, nikmaatttt …..” desisnya. Suaminya memandang ke arahku sambil tersenyum. Kini ia berlutut di sebelah kanan kepala Anna dan memberikan penisnya untuk dikulum isterinya.

Dengan lembut kumasukkan penisku makin dalam, perlahan-lahan hingga penisku masuk sebatas pangkalnya. “Aaaahhh …… ” erang Anna lagi. Kedua tangan Anna menarik tubuhku menindih badannya. Ia melakukan hal itu sambil tetap mengulum penis suaminya.

Gerakanku menaikturunkan tubuh di atas Anna berlangsung dengan ritme pelan, tetapi kadang-kadang kuselingi dengan gerakan cepat dan dalam. Berulang-ulang Anna merintih, “Gila Gus, enak banget ******mu! Oooouugghhhh … yahh …. aaahhh … sedappppp!” Pinggulnya sesekali naik menyambut masuknya penisku. Semakin lama gerakan pinggulnya makin tak menentu

Gerakanku makin cepat dan kuat. Desahannya makin kuat mengarah pada jeritan. Dengan beberapa kali hentakan, kubuat Anna bergetar semakin tinggi menggapai puncak kenikmatan. “Gusss, terusin ….. Aaaahhhh, aku dapet lagi, oooouuggghhh!” ia menggeram sambil mengangkat pinggulnya menyambut tekanan penisku yang kuhunjamkan dalam-dalam ke vaginanya. Jari-jari tangannya memeluk punggungku dengan erat, bahkan cengkeraman kukunya begitu kuat, terasa sakit menghunjam kulitku, tetapi perasaan itu bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kurasakan guyuran cairan kenikmatannya membasahi penisku sedemikian rupa dan dinding vaginanya berkejat-kejat memijat batang penisku, hingga tak kuasa kubendung luapan spermaku memasuki rongga vaginanya. “Anna!!!! Ogggghhh, enak banget, sayang!” desahku sambil memeluk erat-erat tubuhnya dan menciumi bibirnya rapat-rapat. Anna menyambut ciumanku. Kurasakan bibir kami berdua agak dingin, sebab aliran darah kami seakan-akan terdesak ke bagian bawah. Kedua belah pahanya menjepit kedua pahaku dengan kuatnya dan jepitan vaginanya seolah-olah ingin mematahkan batang penisku. Dinding vaginanya masih berdenyut-denyut memilin penisku. Tak terkatakan nikmatnya.

Suaminya tahu diri dan menarik tubuh menyaksikan permainan kami berdua. Lama kami berpelukan dalam posisi berdekapan. Ia tidak mau melepaskan tubuhku. Denyutan vaginanya masih terus terasa memijat-mijat batang penisku, hingga perasaanku begitu nyaman dan damai dalam pelukannya. Beberapa kali ingin kutarik tubuhku, tapi ia tidak mengijinkan tubuhku meninggalkan tubuhnya. Ia hanya membolehkan tubuhku miring ke kanan, hingga ia pun miring ke kiri. Dengan masih berpelukan dalam keadaan miring, mulutnya masih terus menciumi mulutku. Bibir kami berpagutan dan lidahnya masuk rongga mulutku menggapai langit-langit mulutku. Kulakukan hal yang sama bergantian dengannya. Beberapa saat kemudian kurasakan cairan kenikmatan kami mengalir di sela-sela pahaku, juga kuperhatikan menetesi pahanya. Penisku mengecil setelah melakukan tugasnya dengan baik. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan berbaring di sebelah sebelah kiri tubuhnya. Suaminya menempatkan diri berbaring di sebelah kanannya. Anna kini diapit oleh dua pria. Aku menatap langit-langit kamar mereka sambil merenung, betapa gilanya kami bertiga melakukan ini. Aku tak tahu apa yang ada di benak mereka berdua. Elusan jari-jari Anna di tubuhku membuatku tak habis pikir, betapa dahsyat permainan perempuan ini. Ia memiliki kekuatan melawan dua pria sekaligus. Ia mencium bibir suaminya sambil berbisik. “Mas Dicky, makasih ya atas hadiah ulang tahunnya!” Lalu ia juga mencium bibirku, menatap dengan mata berkaca-kaca dan berkata, “Gus, trims buat kadomu. Kami benar-benar berterima kasih padamu.” Aku tak menjawab, merasa bodoh, tetapi haru menyambut ciumannya disertai tetesan air yang turun ke pipinya. Aku mengusap air matanya sambil memagut bibirnya lembut. Lama kami melakukan hal itu dan kembali berbaring. Anna bangun dan mengambil handuk kecil untuk melap vaginanya yang basah oleh cairan kami berdua. Lalu ia kembali berbaring di antara suaminya dan aku.

Suaminya membelai-belai payudara Anna dan memberi tanda agar Anna menaiki tubuhnya. Rupanya suaminya minta dilayani lagi. Anna lalu menempatkan diri di atas tubuh suaminya. Mula-mula ia berjongkok di atas pinggang suaminya dan memasukkan penis suaminya dengan dibantu oleh tangan kanannya. Setelah penis tersebut masuk, perlahan-lahan ia menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Suaminya menyambut gerakan Anna sambil meremas-remas payudaranya.

Beberapa saat kemudian Anna merebahkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Gerakan mereka makin kuat. Sesekali pantat suaminya terangkat ke atas, sedang Anna menurunkan tubuhnya dan menekan kuat-kuat hingga penis suaminya menancap dalam-dalam. Aku beringsut menuju bagian bawah tubuh mereka dan memperhatikan bagaimana penis suaminya masuk keluar vagina Anna. Kudengar suara suaminya, “Ann, analmu kan nganggur tuch. Gimana kalau dimasuki penis Agus seperti yang pernah kulakukan?”

Kudengar suara Anna, “Ya Mas, aku baru mau usul begitu. Tahu nich, kalian berdua begitu pandai memuaskan aku. Ayo Gus, tusuk analku dong!” pintanya memohon.
Aku heran juga atas kelakuan suami istri ini, tetapi kupikir mungkin karena Anna pernah di luar negeri, hal-hal begini tidak aneh lagi buatnya. Bagiku memang pengalaman baru. Main dengan perempuan beberapa kali pernah kulakukan, tapi main bertiga begini apalagi mengeroyok vagina dan anal sekaligus, ini benar-benar pengalaman luar biasa bagiku.

Kuamati kemaluan kedua suami istri itu. Perlahan-lahan kuelus-elus vagina Anna yang basah oleh cairannya. Jari-jariku kemudian mengarah ke analnya. Dengan cairan vaginanya kubasahi lubang analnya. Telunjuk jari kananku kumasukkan pelan-pelan ke dalam analnya. “Yaaah gitu Gus, enak tuch…. Lebih dalam lagi!!! Ayoooo!!!!” desahnya dengan suara yang serak-serak basah karena dilanda nafsu.

Jariku masuk makin dalam ke analnya membuat gerakan tubuhnya semakin tak menentu. Dengan vaginanya dirojok penis suaminya dan jariku memasuki analnya, Anna berkayuh menuju pulau kenikmatan. “Gusss, jangan cuman jarimu dong, sayang! Sekarang masukin penismu ….. Ayooo dong!!!” pintanya.

Kedua paha Anna berada di bagian luar paha suaminya, membuka lebar-lebar celah vaginanya bagi masuknya penis suaminya. Kutempatkan kedua pahaku menjepit paha Anna. Kepala penis kubalur dengan air ludahku dan kumasukkan perlahan-lahan ke dalam anal Anna. Mula-mula agak susah, sebab sempit, tetapi mungkin karena mereka sudah pernah melakukan hal itu, tak terlalu masalah bagi penisku untuk melakukan eksplorasi ke dalam analnya. “Sssshhhh, ohhhh enak banget Gusssss! Terusin yang lebih dalam sayang!” rintihnya.

Aku bergerak makin leluasa memasuk-keluarkan penisku ke dalam analnya. Sedang dari bawah, penis suaminya masuk keluar vaginanya. Anna berada di antara tubuh suaminya dan aku, melayani kami berdua sekaligus mengayuh biduk kenikmatan tak terperikan. Gerakan suaminya makin kuat, mungkin tak lama lagi ia akan orgasme. Anna pun semakin liar menggerakkan pinggul dan pinggangnya, apalagi dari bawah, suaminya menyusu pada payudaranya secara bergantian. Jeritan Anna yang begitu kuat seperti tadi kembali memenuhi ruangan kamar itu. Namun agaknya tak masalah bagi mereka, sebab rumah mereka begitu besar dan dengan konstruksi yang begitu bagus, suara rintihan dan jeritan kami dari dalam kamar tersebut takkan terdengar keluar.

Kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya erat-erat sambil menekan tubuhnya kuat-kuat hingga kupastikan penis suaminya telah masuk sampai pangkalnya, sedangkan penisku kugerakkan berirama ke dalam analnya. “Gus, lagi Gus, yang kuat!!” pinta Anna. Kedua pundak Anna kupegang kuat sambil menghentakkan penis sedalam-dalamnya ke dalam analnya. Aneh, kupikir ia akan kesakitan diserang demikian rupa pada analnya, ternyata sebaliknya, ia malah merasakan kenikmatan luar biasa menyertai kenikmatan hunjaman penis suaminya.

Kami bertiga secara cepat melakukan gerakan menekan. Suaminya dari bawah, Anna di atasnya menekan ke bawah, aku dari atas tubuh Anna menekan dalam-dalam penisku ke dalam anal Anna. “Massss, oooouggghhhh Gussss…. aku dapet lagi! Ouuuggghhhhhhhhhhhh ……… sssshhhhhh ……. akkkkhhhhh,” jerit Anna. Kurasakan betapa jepitan analnya begitu kuat, sama seperti vaginanya tadi, menjepit penisku. Denyut kenikmatan kurasakan begitu hebat. Tak berapa lama, Anna memintaku melepaskan diri dari suaminya. Ia lalu berlutut tepat di depanku. Semula aku tak mengerti maksudnya.

Kuelus-elus punggung, pinggul dan payudaranya dari belakang tubuhnya. Tangan kanannya ia mencari penisku dan mengarahkan penisku ke analnya lagi. “Wah, masih mau lagi dia?” kataku dalam hati. Penisku kembali memasuki analnya dalam posisi kami berdua berlutut. Lalu ia mengisyaratkan aku merebahkan tubuh ke belakang. Aku turuti permintaannya dan dengan penis tetap berada di dalam analnya, aku berbaring terlentang sedang Anna kini ada di atasku dalam posisi sama-sama terlentang. Ia mengambil inisiatif bergerak menaik turunkan tubuhnya hingga penisku masuk keluar dengan bebasnya ke dalam analnya. Dari atas sana kuamati suaminya bangkit mendekati kami berdua dan kembali mengarahkan penisnya ke vagina Anna. Kini gantian aku yang berada di bawah, Anna di tengah, dan suaminya di atas Anna.

Desahan, rintihan dan jeritan kami silih-berganti dan kadang-kadang bersamaan keluar dari bibir kami bertiga. Tanganku kumainkan meremas-remas payudara Anna dari bawah. Beberapa saat kemudian, di bawah sana, suaminya berteriak, “Ayo sayang, aku mau keluar nih!!!!”

“Tunggu sayang,” kata Anna, dan tiba-tiba ia bangkit hingga penisku terlepas dari analnya. Dengan cepat ia tolakkan tubuh suaminya, hingga jatuh terbaring, lalu ia berlutut di antara paha suaminya dan menggenggam penis suaminya sambil memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Cairan sperma suaminya muncrat mengenai wajah dan mulut Anna, tetapi ia tidak jijik menjilati cairan yang keluar itu. Kuperhatikan ulah Anna terhadap penis suaminya. Penisku masih tegang menanti giliran berikut.

Anna menoleh ke arahku sambil berkata, “Gus, masih mau lagi, kan? Ayo, sayang!” Ia kemudian menungging di depan tubuhku sambil terus menjilati penis suaminya yang semakin lemas. Kutempatkan tubuh di belakang Anna lalu kumasukkan kembali penis ke dalam analnya. “Gus, ganti-gantian dong masukin penismu, jangan hanya analku. Bergantian memekku juga sayang!” katanya. “Wah, hebat benar Anna, masih juga ada permintaannya yang begini rupa?” pikirku.

Kucabut penisku dari analnya dan kumasukkan ke dalam vaginanya yang merah merekah. Cairannya masih banyak tapi penisku tetap dijepit kuat sewaktu memasuki vaginanya. Usai memasukkan penis ke vaginanya dalam 2-3 kali hunjaman, kucabut lagi dan ganti analnya kutusuk 2-3 kali. Begitu seterusnya, hingga kudengar kembali ia menjerit pertanda akan orgasme lagi. “Aaaaggghhh, nikmatnyaaahhhhh …….. Gussss!!!! Ooooogggghhhh ……..” Jepitan vaginanya begitu luar biasa saat jeritannya terdengar, hingga tak bisa lagi kutahan aliran spermaku kembali memasuki kepala penisku dan keluar tanpa tedeng aling-aling. “Aaaahhh, Annn ….. nikmat sekali sayang!” erangku sambil memeluk tubuhnya dari belakang dan meremas-remas kedua payudaranya. Tubuhku masih menghimpit tubuhnya dari belakang, sedangkan Anna masih terus menciumi dan menjilati penis suaminya. Tak bosan-bosannya ia melakukan itu. Benar-benar pemain seks yang hebat!

Kami bertiga berbaring lunglai dalam keadaan telanjang di ranjang berukuran king size itu. Sprey ranjang sudah kusut dan di sana-sini lelehan cairan kenikmatan kami bertiga bertebaran. Aku benar-benar lelah dan ngantuk hingga tertidur. Lewat tengah malam, kurasakan jilatan lidah pada penisku. Dengan mata berat, kutoleh ke bawah, kulihat Anna sudah menciumi dan menjilati penisku kembali. Di sebelahku suaminya tertidur nyenyak. Penisku yang lemas, kembali tegang karena perlakuan lidah dan mulut Anna. Melihat keadaan itu, Anna senang dan mengajakku main lagi. Anna menempatkan pinggulnya di tepi ranjang, kedua kakinya berjuntai ke bawah hingga terpampanglah belahan vaginanya yang merekah. Entah sudah berapa kali tusukan suaminya dan aku telah dialami vagina ini, tetapi seakan tak kenal lelah dan memiki kemampuan tempur yang dahsyat.

Sambil menempatkan diri di depannya, penisku kuarahkan kembali memasuki vaginanya. Anna yang berbaring kembali merintih saat penis kumainkan di klitoris dan vaginanya. Geliat pinggulnya begitu erotis menyambut hunjaman penisku. Gerakan kami berdua semakin cepat, hingga akhirnya tubuhku ia tarik kuat-kuat menjatuhi tubuhnya. Penisku masuk sedalam-dalamnya menikmati remasan dinding vaginanya. Aku belum dapat lagi, sehingga penisku masih tetap tegang. Kami berdua masih berpelukan dalam posisi tersebut. Anna berbisik di telingaku, “Gus, lihat nggak tadi. Suamiku bisa main beberapa ronde, padahal biasanya satu ronde saja ia sudah menyerah. Mungkin karena ada teman mainnya, jadi semangat dia.”

Aku tidak menjawab. Ia melanjutkan, “Ngomong-ngomong penismu koq kuat banget sih, main beberapa ronde, koq kuat betul? Kau suka minum obat kuat ya? Atau kau sudah pengalaman main sama perempuan nich?” desaknya.

“Ah, aku bisa kuat gini kan karena Anna. Abis kamu dulu tolak cintaku sih,” jawabku.

“Tapi sekarang kamu bisa menikmati tubuhku juga walau aku sudah bersuami, kan?” rajuknya.

“Iya, tapi bagaimanapun Dicky masih suami kamu? Kamu bukan nyonya Agus, kan?” balasku.

“Sudahlah, yang penting hatiku dan tubuhku bisa kau miliki juga di samping suamiku,” katanya menutup pembicaraan kami, sambil menciumi bibirku lagi. Aku terdiam dan bangkit berdiri. “Mau ke mana, Gus?” tanyanya melihatku berjalan keluar kamar.

“Aku mau duduk di luar dulu,” kataku sambil melangkah keluar. Aku memungut celana dalamku dan duduk di ruang tempat kami nonton video tadi. Beberapa saat kemudian kulihat Anna menyusulku, masih dalam keadaan telanjang. Ia duduk di sebelahku. “Ada apa, Gus? Kamu tersinggung atas kata-kataku tadi?” tanyanya.

“Nggak An. Aku cuma tak habis pikir, koq bisa-bisanya aku melakukan hal ini pada kamu yang sudah bersuami dan suamimu mengijinkan,” kataku sambil menatap wajahnya.

“Gus, hidup ini memang penuh misteri,” katanya berfilsafat. “Yang penting, kita menjalaninya dengan tenang dan damai; bahkan kamu dapat pahala dengan memberikan kebahagiaan buatku dan suamiku.” “Atau kamu nyesel atas kejadian ini,” desaknya sambil membelai wajahku.

“Tidak sayang, aku tidak menyesal. Yang kupikirkan bagaimana jika aku tak mampu melepaskan diri darimu sebab dulu pernah mencintaimu,” kataku sambil menciumi rambutnya.

Anna merebahkan kepalanya di pangkuanku dan jari-jarinya bermain lembut di pahaku, bisiknya “Aku hanya menjalani hidup ini Gus. Suamiku tahu kalau aku benar-benar ingin punya anak, tapi ia tidak bisa menghamiliku. Kami sudah lama membicarakan dirimu dan menimbang segalanya. Aku, kelak kau menikah dengan gadis baik, yang bisa memberikanmu kebahagiaan seutuhnya.” Jari-jarinya terus menelusuri setiap inci pahaku hingga kurasakan penisku kembali menegang.

“An, aku mau tanya satu hal. Kuharap kau tidak tersinggung,” kataku. “Koq kau begitu ahli main, sampai main anal segala?” tanyaku.

“Oh itu. Kamu tidak usah curiga. Jenuh menunggu anak tidak kunjung ada, kami berdua suka mencoba-coba berbagai posisi. Tadinya sih atas anjuran dokter, mana tahu bisa jadi. Lama-lama setelah suamiku mau periksa ke dokter, baru ketahuan kalau bibitnya lemah, sehingga tak bisa membuahi rahimku. Tapi kami sudah telanjur suka posisi macem-macem. Begitulah ceritanya Gus!”

Aku tidak menanggapi kalimatnya dengan kata-kata, tetapi mengangkat dagunya dan mencium bibirnya. Ciuman membara yang kembali terjadi di antara kami membuat kami berdua kembali hanyut dalam gelora asmara. Jari-jarinya bermain di dadaku sedangkan jari-jariku membelai tubuhnya. Ia berlutut ia antara pahaku dan kembali mencium dan menjilati penisku sehingga mencapai ketegangan puncak. “Gimana Gus, kamu mau main lagi kan?” tanyanya sambil memandang wajahku. “Ya sayang, tapi kamu tidak capek?” “Nggak Gus, demi kamu, aku mau lagi,” jawabnya.

Anna berbaring di sofa panjang dan ketika aku akan menindihnya dari atas ia melarangku. “Kenapa, An?” tanyaku tak mengerti. “Ntar dulu, kita coba posisi ini. Kau pasti suka deh!” katanya. Ia turun dari sofa ke karpet di bawah, lalu ia tarik kedua kakinya ke arah kepalanya, kedua tangannya menahan belakang lututnya hingga kembali vaginanya terpampang lebar-lebar menantikan kedatangan penisku. Aku memasukkan penis ke dalam vaginanya sambil menikmati posisi tersebut. Sambil memasuk-keluarkan penisku ke dalam vaginanya, kuamati Anna semakin menarik bagian bawah tubuhnya ke atas sedemikian rupa hingga pinggulnya agak terangkat. Aku mulai paham maksudnya. Dengan posisi berlutut, aku memasukkan penisku ke vaginanya. Hunjaman penis agak berat kurasa dengan posisi itu, tetapi nikmatnya tak terkatakan.
Beberapa saat kami mempertahankan posisi itu, lalu ia berkata, “Gus, pegang tanganku.” Kutarik kedua tangannya dan tubuhnya melekat erat di tubuhku hingga payudaranya begitu terasa kenyal menghimpit dadaku. “Gus, kamu kuat nggak jika berdiri sekarang?” bisiknya pelan di telingaku. Aku tidak menjawab, tapi berusaha berdiri sambil menapakkan kedua tanganku di belakang tubuh. Akhirnya kami berdua berdiri dengan posisi saling menempel. Tiba-tiba kedua kakinya ia angkat tinggi dan memeluk kedua pahaku. Untungnya tubuh Anna langsing, sehingga aku kuat dibebani oleh tubuhnya dengan cara demikian. Sambil memeluk leherku erat-erat, ia menaik-turunkan tubuhnya hingga vaginanya turun naik di atas penisku. Kupegang erat kedua bongkah pantatnya sambil menghunjamkan penis ke dalam vaginanya.

“Gus, jalan yuk,” bisiknya lagi. Aku menurut saja kata-katanya. Kulangkahkan kaki selangkah demi selangkah mengitari ruangan itu sambil menikmati naik-turunnya tubuh Anna menghunjam penisku. Baru kuingat, inilah yang disebut dalam Kamasutra sebagai posisi monyet menggendong anaknya. Kami melakukan hal itu agak lama dan kemudian ia berkata, “Gus, aku udah mau dapet lagi. Turunkan aku dong!”

Kuturunkan tubuhnya dan ia mengambil posisi berlutut menghadap sofa sambil memintaku memasuki tubuhnya dari belakang. Kuarahkan penis ke vaginanya lalu memaju-mundurkan tubuhku sambil meremas-remas kedua payudaranya dari belakang. Erangan Anna semakin kuat ketika hunjaman penisku semakin cepat masuk-keluar vaginanya. Aku tidak ingat sudah berapa lama kami melakukan itu, ketika tiba-tiba kurasakan dinding vaginanya kembali berdenyut-denyut tanda akan orgasme lagi. “Guuuussss …. Aaaauuuukhhhhhh nikmatnya sayanggggg!!!” jeritnya sambil menghempaskan pantatnya kuat-kuat ke arah pahaku. Cairan vaginanya begitu banyak kurasakan, “Ann, koq banyak banget cairanmu?” tanyaku heran. Masih dengan napas tersengal-sengal, ia menjawab, “Gus, akh, eeeh….. aku kadang-kadang bisa orgasme sambil keluar pipis. Kalau benar-benar horny, itu yang kualami. Dengan Dicky kejadian begini amat jarang, tapi denganmu koq bisa begitu mudah kurasakan? ” “Maaf ya Gus, jadi becek gini,” katanya. “Kamu jadi nggak bisa orgasme dengan beceknya memekku. Pake analku lagi dech,” katanya.

Kutempatkan tubuhnya di sofa dan kuangkat kedua kakinya ke atas sambil mengarahkan penis ke analnya yang basah akibat tetesan cairannya. Kepala penisku masuk sedikit demi sedikit. Kumasukkan hingga leher penisku. Pada tahap itu, kukeluarkan lagi penisku. Demikian seterusnya masuk keluar. Ia merengek, “Gus, masukkan lebih dalam dong! Jangan siksa aku, aku jadi mau dapat lagi nih karena kepandaian kamu main!” Kutekan penisku masuk keluar makin dalam ke analnya, sementara kedua tanganku menahan kedua kakinya yang terpentang lebar-lebar. Jari-jari tangan kanannya menampar-nampar labia vaginanya dan sesekali memilin-milin klitorisnya, sedangkan tangan kirinya meremas-remas kedua payudaranya bergantian. “Kasihan juga perempuan ini, andaikan suaminya bangun, ia sudah bisa membantu meremas payudara dan menyentuh vaginanya,” pikirku. Kami berdua semakin cepat melakukan gerakan, geliat pinggulnya begitu seksi ketika hunjaman penisku semakin cepat ke dalam analnya. Dengan suatu sentakan kuat, kumasuki liang analnya sedalam-dalamnya dan kunikmati denyutan analnya yang begitu kuat hingga kurasakan seakan-akan spermaku tertahan akibat jepitan hebatnya. Aku merasa tersiksa atas keadaan itu, dan dengan cepat kucabut penisku tanpa menghiraukan protesnya, “Ada apa, Gus? Keluarin aja di situ!” Cairan spermaku hampir saja muncrat di luar tubuhnya, karena aku sudah mencapai puncak kenikmatan. Kulihat vaginanya masih membuka lebar, kupentang kedua pahanya dan kembali penis kubenamkan dalam-dalam memasuki rongga vaginanya. Denyutan vaginanya masih terasa begitu kencang tetapi karena begitu banyak cairannya, jepitannya tak sekencang analnya. Sambil mengerang kuhunjamkan penisku sedalam-dalamnya. “Guuusss, gila kamuuuuu ….. enak banget sihhhhhh?” jeritnya sambil memeluk pinggangku kuat-kuat dan merasakan kukunya lagi-lagi menancap di bagian belakang tubuhku.

Tak terasa kami berdua main dua ronde lagi di ruang keluarga itu. Dan tertidur dalam keadaan berpelukan dengan bertelanjang di karpet. Kami baru terbangun ketika merasakan silau cahaya matahari memasuki celah-celah gordyn ruangan itu. Anna terbangun, hingga membuatku juga ikut terbangun. Kami berdua berdiri sambil berciuman lagi. Sambil menggandeng tanganku, Anna mengajakku menuju kamar tidur mereka dan kami menyaksikan suaminya masih tidur nyenyak. Anna mengajakku mandi berdua di kamar mandi di kamar mereka. Kami berdua mandi di bathtub saling menyabuni tubuh dan kembali main satu ronde di dalam air. Luar biasa. Entah sudah berapa kali orgasme yang Anna nikmati. Ketika kami keluar dari kamar mandi, suaminya masih tidur, sampai Anna membangunkannya dengan ciuman lembut.

Setelah suaminya mandi, kami sarapan bertiga. Suaminya minta maaf karena begitu nyenyak tidur. Anna menukas, “Nggak apa-apa koq Mas. Agus maklum dan ia bisa melayani permintaanku main lagi di ruang keluarga dan di kamar mandi.”

“Luar biasa. Kalian berdua benar-benar hebat,” puji suaminya tanpa rasa cemburu sedikit pun. “Gus, aku sangat berterima kasih atas kedatanganmu. Belum pernah kulihat Anna segembira ini,” lanjutnya. “Kuharap ini bukan yang terakhir kali kita bertiga, walaupun tadinya aku merasa aneh dengan ide gilanya Anna mengajak kamu main dengan kami. Setelah kualami sendiri, ternyata amat nikmat. Aku sendiri merasa seakan-akan menjadi pengantin baru kayak dulu lagi,” katanya lagi. Aku hanya tersenyum menanggapi percakapan itu.

Itulah pengalamanku pertama kali bertiga dengan Anna dan suaminya. Beberapa kali kami masih melakukan hal serupa. Kadang-kadang Anna memintaku tidur di rumahnya ketika suaminya tugas selama tiga minggu di luar negeri. Tiada hari tanpa persetubuhan yang kami lakukan berdua. Uniknya lagi, saat suaminya menelepon dari luar negeri, Anna sengaja mengaktifkan headphone agar suaminya dapat mendengar desahan dan rintihan kami. Entah apa yang dilakukan suaminya di ujung sana, tapi ia berterima kasih kepadaku yang mau membantu mereka. Hal itu kami lakukan cukup lama.

Pernah Anna mengajak aku dan suaminya main bersama seorang teman perempuannya waktu kuliah di Australia. Henny namanya, orang Sunda. Orangnya tidak secantik Anna, tetapi manis. Sudah menikah tetapi juga sama dengan Anna, belum punya anak. Akhirnya aku mengerti bahwa baik Anna maupun Henny adalah biseks. Mereka bulan lesbian murni, tetap menginginkan lelaki, tetapi tak bisa melupakan teman intimnya dulu. Kisah ini akan kuceritakan di saat berikut. Suami Anna sangat berterima kasih, ketika setahun kemudian meneleponku memberitahukan bahwa Anna sedang hamil dua bulan. Ia memintaku datang ke rumah mereka, tetapi aku mengelak dengan alasan sedang ada kerjaan kantor yang tak dapat ditinggalkan. Padahal, aku tak kuasa menahan gejolak di hati, bahwa benih yang dikandung Anna adalah anakku. Aku hanya dapat berharap mereka bahagia dengan kehadiran anak itu. Tiga tahun kemudian aku menikah dengan seorang gadis Jawa. Ia tidak secantik Anna, tidak juga semanis Henny, tetapi ia mencintaiku dengan tulus dan mau menerima diriku apa adanya. Pernah Anna meneleponku karena rindu lama tak bertemu denganku dan bertanya apakah aku tidak ingin melihat anakku yang pernah ia kandung. Aku katakan rindu, tetapi tak kuasa bertemu mereka. Hanya berharap mereka bahagia dan rukun selalu. Mendengar kata-kataku, Anna terisak di telepon dan berharap, jika suatu ketika aku mau bertemu dengannya, Dicky tak pernah cemburu, bahkan jika aku memintanya, ia akan melayaniku lagi.
Selengkapnya...